Maka idealnya, si pemerima hadiah sudah mengetahui luar dalam pasangannya itu, termasuk apa yang menjadi kelebihan dan kelemahannya, dan telah merasa mantap untuk meningkatkan status dari sekadar pacaran menjadi suami istri.
Kedua, harus tetap waspada dan yakin bahwa barang yang diterima berasal dari uang halal. Bukankah sudah sering kita baca dalam persidangan kasus korupsi, barang-barang yang dibeli dari uang hasil korupsi, termasuk yang diberikan pada orang lain, akan disita aparat penegak hukum?
Untuk meyakinkan bahwa uang si pasangan adalah halal, tak bisa lain, tentu perlu dipelajari bagaimana pasangan itu memperoleh penghasilan. Sekiranya si pasangan dalam berbisnis sering bersumber dari proyek pemerintah, perlu diselidiki, apakah ia sudah berbisnis dengan bersih.
Jadi, kembali ke judul tulisan ini, pertanyaan logis tidaknya hadiah barang mewah buat seorang pacar, tidak terlalu relevan ditujukan bagi si pemberi.Â
Namun lebih tepat ditujukan sebagai bahan pertimbangan bagi si penerima. Itupun relevansinya hanya fifty-fifty saja, mengingat itu tadi, bagi mereka yang dimabuk cinta, tidak ada urusannya dengan logika.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI