Kakak saya kaget dan bertanya kok saya agak banyak membantu kakak sepupu itu? Saya menyebut mungkin kebutuhan kakak sepupu juga banyak. Rupanya dua saudara lain yang tinggal di Riau juga mengirim uang untuk kakak sepupu melalui kakak saya pada waktu yang hampir bersamaan.
Tak ada masalah sebetulnya, karena kiriman saya sudah sampai ke orang yang dituju. Masalahnya, dalam sebuah percakapan melalui WhatsApp (WA), si kakak bercerita bahwa sewaktu ia mengantarkan uang ke kakak sepupu, ternyata disertai "ceramah" agar uang disimpan sebagian dan jangan terlalu banyak untuk jajan cucu-cucunya.Â
Seperti yang telah saya tulis, salah seorang anaknya yang telah berkeluarga, ikut tinggal bersama kakak sepupu saya. Tapi suami si anak ini atau menantu dari kakak sepupu, merantau ke salah kota di Riau, jadi pedagang kecil, dan sekitar dua bulan sekali pulang ke kampung selama seminggu.Â
Akibatnya empat cucu kakak sepupu, sering minta uang ke neneknya, hanya untuk membeli jajan di warung terdekat dari rumahnya. Apalagi kalau cucu-cucunya tahu neneknya lagi dapat uang, mereka akan berguling-guling kalau tidak diberi uang jajan.
Dengan segala hormat ke kakak saya sendiri, akhirnya saya menyampaikan pandangan bahwa sebaiknya kalau memberikan bantuan, ya berilah dengan ikhlas, tanpa syarat apapun. Mengatur bagaimana si penerima bantuan memanfaatkan uang yang diterimanya, saya nilai sebagai keihklasan yang tercemar.
Saya teringat tahun lalu bagaimana kakak saya menyatakan ketidaksetujuannya kalau saudara sepupu menggunakan uang bantuan yang diterimanya untuk membeli dan memasang toilet duduk, pengganti toilet jongkok yang sebelumnya ada.Â
Menurut saya si penerima lebih tahu apa yang dibutuhkannya dan silakan menggunakan uang yang diterimanya untuk kebutuhan tersebut. Berbeda halnya bila yang diberikan adalah anak-anak yang belum bisa berpikir secara logis, dalam hal ini berikan ke orang tuanya atau ke pengasuhnya bila orang tuanya sudah tidak ada. Yang diserahkan ke tangan anak, sekadar uang jajan saja.
Berbeda pula bila menyumbang buat hal yang sudah jelas penggunaannya. Contohnya, panitia pembangunan masjid mengumumkan bahwa masih diperlukan uang untuk membeli semen atau bahan bangunan lainnya. Atau pengelola asrama anak yatim piatu yang membutuhkan bantuan untuk membayar uang sekolah anak-anak di asrama itu.Â
Namun kalau memberi bantuan ke individu tertentu yang sudah dewasa, ya berikan begitu saja, tanpa syarat apapun. Jangan diatur-atur, yang malah merusak nilai pemberian dan juga merusak hati si penerima. Bukankah kata pak ustadz, tangan kanan yang memberi, tangan kiri tak perlu tahu?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H