Apa yang terpikir bila kita mendengar istilah kawin paksa? Apakah sekarang ini masih ada orang tua yang memaksa anak gadisnya untuk dinikahi lelaki tua yang kaya ala novel Siti Nurbaya? Mungkin masih ada, tapi jelas sudah jauh berkurang ketimbang yang terjadi di era jadul.
Tapi yang akan dipaparkan di tulisan ini, meskipun disebut sebagai kawin paksa, sama sekali tidak ada kaitan dengan asmara atau pernikahan antar seorang pria dan wanita.Â
Tulisan ini membahas topik konsolidasi perbankan nasional, khususnya karena diprediksi bakal ada sejumlah bank yang sempoyongan dihantam dampak pandemi Covid-19.Â
Dihantui oleh bayangan krisis moneter 1998, agar tidak terulang kembali, sekarang sudah ada koordinasi antara pemerintah, Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam rangka mengantisipasi terjadinya kesulitan likuiditas pada perbankan nasional secara umum.
Seperti dilansir dari kompas.id (23/5/2020), pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No 23/2020 mengenai Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional dalam Rangka Mendukung Kebijakan Keuangan Negara Untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
PP yang diundangkan pada 11 Mei 2020 itu, pada pasal 10 mengatur tentang penempatan dana untuk memberikan dukungan likuiditas kepada perbankan.Â
Disebutkan pada artikel itu bahwa pemerintah akan menggelontorkan dana sekitar Rp 87,59 triliun untuk disalurkan sebagai kredit modal kerja baru kepada usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang akan memulihkan usahanya.
Seperti diketahui, sebelum keluar PP tersebut, OJK telah memberikan relaksasi kepada UMKM dengan pinjaman di bawah Rp 10 miliar yang terdampak pandemi Covid-19, berupa penundaan pembayaran cicilan kredit selama setahun.Â
Tentu akibatnya, aliran dana masuk bagi bank dari pengembalian pinjaman akan tersendat. Inilah yang berbuntut pada kesulitan likuiditas bagi bank yang rentetan berikutnya bank tidak bisa lagi menyalurkan kredit baru.
Makanya dana pemerintah akan digelontorkan, namun tidak langsung ke semua bank yang mengalami kesulitan likuiditas, barangkali agar tidak diboncengi morald hazard seperti yang dulu terjadi pada Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) saat krisis moneter 1998.
Adapun mekanisme penyalurannya saat ini adalah melalui bank jangkar, yakni 15 bank terbesar (tidak termasuk bank milik asing) yang berkategori sebagai bank sehat.Â
Bank-bank besar yang masuk kriteria antara lain BRI, Mandiri, BCA, BNI, dan BTN. Bank jangkar akan menggunakan dana pemerintah untuk dirinya sendiri dan juga menyalurkannya sebagai kredit kepada bank-bank lain yang melakukan relaksasi.