Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tagihan Listrik Membengkak? Cek Dulu, Mungkin Gara-gara Stay at Home

7 Mei 2020   09:05 Diperbarui: 7 Mei 2020   09:39 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Antara Foto/Nova Wahyudi

Setelah membaca sebuah tulisan di Kompasiana yang menangkap keluhan masyarakat karena membengkaknya tarif listrik yang harus dibayarnya, membuat saya tergerak untuk memberikan tambahan informasi.

Bahwa kemungkinan ada kekeliruan yang dilakukan oleh pihak Perusahaan Listrik Negara (PLN), sebetulnya juga sudah diakui oleh pejabat PLN.

Seperti yang ditulis oleh kompas.com (6/5/2020), di wilayah kerja PLN Unit Induk Distribusi Jakarta Raya telah menerima sekitar 2.900 aduan pelanggan selama masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB).

Aduan tersebut berkaitan dengan tagihan listrik yang dirasakan pelanggan tidak sesuai dengan pemakaian listriknya. Dari 2.900 aduan dimaksud, telah selesai diteliti sebanyak 2.200 aduan.

Hasil penelitian PLN, 94 persen aduan tersebut sudah sesuai dengan pemakaian listrik oleh pelanggan. Hanya 6 persen yang akan dikoreksi oleh PLN. Hal ini karena selama PSBB petugas pencatat meteran listrik tidak mendatangi rumah para pelanggan.

PLN menggunakan rumus tersendiri, yakni sebesar rata-rata pemakaian bulanan selama 3 bulan terakhir. Akibatnya ada rumah yang sekarang dalam kondisi kosong tanpa penghuni, tapi ditagih sekitar Rp 1 juta.

Nah, jika menyimak penjelasan di atas, kelihatan bahwa mayoritas aduan pelanggan kemungkinan besar hanya berdasarkan perasaan saja, bukan pada bukti kuantitatif. Merasa pemakaian listrik biasa-biasa saja, tapi kok tagihan membengkak? Padahal tarif listrik tidak naik.

Hal ini boleh jadi karena kita memang tidak terbiasa mencatat posisi meteran listrik setiap bulannya. Di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, saya melihat bahwa petugas selalu datang mencatat (sebelum PSBB) setiap tanggal 19 atau 20.

Namun karena saya sempat berbincang langsung dengan petugas tersebut, akhirnya tercapai kesepakatan bahwa ia tak perlu ke rumah saya, tapi saya akan fotokan posisi meteran setiap tanggal  19 dan mengirimkan ke petugas itu menggunakan WA.

Dengan demikiaan saya sangat gampang menelusuri jumlah pemakaian listrik saya, karena tinggal dilihat di galeri foto di hape saya. Dan hasilnya, memang sejak PSBB, pemakaian listrik saya meningkat sekitar 50 hingga 60 persen.

Saya tidak kaget, karena anak saya yang kuliah di Jatinangor, Jawa Barat, sekarang sepenuhnya di rumah. Kamarnya yang biasa kosong, sekarang hidup terus listriknya beserta peralatan elektronik yang dipunyainya.

Anak saya yang lain, yang belum lama bekerja di sebuah perusahaan sekuritas setelah ia menamatkan kulliah, sekarang lebih sering bekerja dari rumah. Itu juga yang saya alami. Demikian pula istri saya yang seorang guru SMA, mengajar dan memenuhi tugas administrasi sekolah dari rumah.

Aktivitas mencuci pakaian dan menyetrika meningkat pula frekuensinya. Apalagi sekarang ini, setiap keluar rumah walaupun sebentar saja sekadar membeli keperluan makanan, pakaian yang dipakai langsung masuk mesin cuci.

Peralatan elektronik untuk memasak, jelas sering pula digunakan. Terutama merebus air untuk menyeduh jahe, kunyit, atau untuk anak saya yang suka ngopi.

Sebagai hiburan, saya dan istri masih setia menonton televisi. Artinya karena kami cuma di rumah saja, televisi yang sebelum PSBB hanya hidup di malam hari, sekarang jadi siang dan malam.

Saya merasa beruntung karena saat merancang pembangunan rumah 13 tahun lalu, yang dibantu oleh sebuah biro arsitek, disengaja tidak membutuhkan pendingin udara atau AC.

Jadi langit-langit di rumah saya lumayan tinggi, dan banyak lubang atau ruang terbuka agar udara bebas masuk. Dengan kipas angin saja, kami sudah merasa nyaman. Tapi karena sejak PSBB, kipas angin di rumah saya di semua kamar hidup siang dan malam, wajar bila tagihan listik saya ikut naik.

Tapi seandainya setiap kamar saya dipasang AC, lalu siang malam dihidupkan terus karena program stay at home, gampang dihitung, betapa semakin membengkaknya tagihan listrik. Mungkin jadi berlipat dua, bahkan lebih, mengingat AC memang terkenal boros listrik.

Kesadaran konsumen sekarang, harus diakui demikian tinggi, sehingga wajar saja jika ada yang tida beres, konsumen segera melayangkan aduan ke pihak produsen. Ini tidak hanya untuk pemakaian listrik, tapi juga terhadap produk atau jasa lainnya.

Namun alangkah baiknya, sebelum aduan dilayangkan, kita melakukan check and recheck terlebih dahulu. Tujuannya, biar tahu, jangan-jangan kesalahan terletak karena tindakan kita sendiri.

Bila kita melayangkan aduan, padahal ternyata kita yang keliru, kita mengalami beberapa kerugian. Bukan soal malunya, anggap saja kita tidak malu, karena konsumen memang punya hak untuk mendapatkan informasi.

Kerugian dimaksud antara lain rugi waktu, rugi tenaga, dan mungkin juga rugi biaya. Semua itu dalam rangka membuat surat aduan, mengirimkannya, dan berkali-kali bertanya ke petugas terkait tentang sejauh mana aduan kita telah ditindaklanjuti.

Ada lagi kerugian yang tak kalah menyebalkan, berupa kelelahan mental. Mungkin kita terlanjur berburuk sangka lalu sempat mengeluarkan kata-kata tidak enak sambil emosi sewaktu menghubungi petugas terkait.

Bagaimana tidak kesal kalau setiap kita menelpon, yang menerima petugas yang berbeda dengan petugas yang melayani kita sebelumnya. Si petugas minta kita bercerita lagi dari awal, dan kembali merespon dengan kata-kata akan segera kami tindaklanjuti, harap bersabar menunggu.

Kesimpulannya, mari kita budayakan memperhatikan pola konsumsi kita, termasuk mengkonsumsi setrum, kalau perlu mencatatnya setiap bulan. Bila memang harus melayangkan aduan, dasar kita sudah cukup kuat, bukan karena perasaan.

.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun