Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Menikmati Kesepian di Mal, Gerai Makanan Andalkan Pesanan Online

3 Mei 2020   06:16 Diperbarui: 3 Mei 2020   06:42 342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang diterapkan di Jakarta, bukan berarti melarang sama sekali warganya untuk keluar rumah. Berbelanja untuk kebutuhan harian, tentu saja masih diperkenankan.

Hanya saja ada sejumlah syarat yang wajib dilakukan, antara lain harus memakai masker. Jika berangkat bersama anggota keluarga dan menggunakan kendaraan pribadi, duduknya harus berjarak antar penumpang.

Sebelum PSBB dilakukan, di akhir pekan, saya relatif sering mengunjungi beberapa mal yang jaraknya tidak begitu jauh dari rumah saya di bilangan Tebet, Jakarta Selatan. Tapi mal yang terdekat dan sekaligus menjadi mal favorit saya adalah Mal Kota Kasablanka, yang lebih populer disebut dengan Kokas.

Tak heran kalau  Kokas selalu ramai, bahkan sekalipun di hari kerja. Padahal di sepanjang Jalan Kasablanka dan terusannya Jalan Satrio, ada beberapa mal lain yakni Kuningan City, Ambassador, dan Lotte Shopping Avenue.

Dok pribadi
Dok pribadi
Kebetulan Sabtu siang kemarin (2/5/2020), saya dan istri memang telah berencana untuk keluar rumah, karena sudah dua minggu tidak berbelanja. Ada tiga tujuan, yakni membeli kebutuhan harian di pasar swalayan langganan, membeli beras di Cipinang dan membeli makanan jadi yang rencananya di mal yang masih beroperasi, mengingat ada banyak mal yang tutup.

Tentang belanja di pasar swalayan, yang saya tuju memang terkenal sebagai pasar swalayan paling murah di ibu kota, sehingga selalu ramai pelanggannya. 

Namun selama PSBB pelanggan harus sabar karena diwajibkan mengambil nomor antrean terlebih dahulu dan menunggu di halaman pasar swalayan dengan duduk berjarak sekitar 1 meter antar pengunjung.

Ketika nomor yang saya pegang dipanggil petugas, saya dan istri harus dicek dulu suhu badan oleh petugas di depan pintu masuk dan tangan kami disemprot dengan cairan pembersih tangan.  Meski memakan waktu, menurut kami inilah cara terbaik agar pengunjung aman berbelanja dalam arti bisa menghindar dari risiko terpapar Covid-19.

Selesai urusan di pasar swalayan, kami pun bergerak ke Pasar Induk Cipinang. Sebetulnya ini adalah pasar grosir beras yang pembelinya adalah para pedagang juga. Namun karena kami sudah punya toko langganan dan membeli untuk kebutuhan sekitar 2 hingga 3 bulan, kami lebih suka ke Cipinang tersebut.

Mal Kokas ketika normal (detik.com)
Mal Kokas ketika normal (detik.com)
Nah, setelah itu baru kami bergerak ke Kokas. Ada kerinduan saya untuk masuk Kokas karena sudah lebih dari dua bulan tidak mengunjunginya, meskipun sering melewatinya bila pergi ke kantor atau pulang kembali ke rumah, saat giliran saya bukan work from home.

Begitu saya melihat ada kendaraan lain yang masuk mal, saya tidak ragu lagi buat ikut masuk, ternyata Kokas tetap buka. Soalnya dari luar terlihat sangat sepi dan dari balik kaca di lantai dua dan lantai di atasnya, tidak terlihat semarak seperti sebelum adanya PSBB.

Kembali saya dan istri harus memeriksa suhu tubuh dan disemprotkan cairan pembersih tangan di pintu lobi masuk. Suasana begitu sepi, mungkin juga karena saya masuk mal pada jam 2 siang, masih jauh dari saat berbuka puasa.

Pantas saja lantai 2 dan lantai lebih atas terlihat gelap, karena memang tidak ada aktivitas apa-apa. Gerai penjualan pakaian yang mendominasi lantai-lantai tersebut, seperti jaringan ritel paling bergengsi, Sogo, tutup.

Praktis hanya ground floor saja serta lantai di bawahnya yang merupakan area buat fod court yang lumayan besar, yang masih melayani pelanggannya. Namun di saat PSBB ini, ya pelanggannya sangat sedikit. 

Yang juga beroperasi adalah pasar swalayan, bank, money changer, dan gerai penjualan elektronik dan alat-alat rumah tangga. Masalahnya, semuanya boleh dikatakan sangat sepi. Pengunjung yang berlalu lalang di sepanjang koridor pun tidak terlihat.

Saya sendiri sangat menikmati kesepian tersebut dan sangat leluasa mengambil foto. Tapi saya tidak tahu apa yang ada di pikiran para pelayan di gerai-gerai makanan yang saya lewati. Mungkin saja mereka sangat khawatir, apakah besok masih bisa bekerja, jangan-jangan giliran mereka yang terkena PHK.

Beberapa restoran yang dulunya merupakan restoran yang sangat ramai, pengunjung harus bersabar bila ingin dilayani karena antre dulu menunggu pengunjung lain selesai makan, kemarin kosong melompong. Sebagian malah memilih menutup gerainya.

Jelas, gerai makanan itu telah memenuhi ketentuan PSBB, karena saya melihat sendiri kursi-kursi tempat pengunjung makan dalam posisi terbalik, pertanda mereka tidak melayani pelanggan yang makan di tempat.

Maka penjualan secara online pun menjadi andalan untuk memperpanjang nafas gerai-gerai makanan tersebut. Terlihat di depan beberapa gerai, mereka yang berjaket seragam perusahaan penyedia jasa pemesanan makanan, lagi menunggu pesanannya selesai dimasak.

Setelah mempertimbangkan banyak pilihan, saya dan istri masuk ke salah satu gerai makanan yang menyediakan ayam goreng. Kembali kami diperiksa suhu badan dan disemprotkan cairan pembersih tangan oleh pelayan di depan gerai itu. Saya melihat semua pelayan di sana memakai masker dan sarung tangan. Tak menunggu lama, pesanan kami siap untuk dibawa pulang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun