Masalahnya, kalau pun tidak ada pandemi Covid-19 dan tidak ada pemberlakuan PSBB, kegiatan anak sekolah mengisi BHR tampaknya tinggal menjadi kenangan bagi mereka yang pernah mengalaminya. Nantinya, sesuai kemajuan zaman, BHR sebaiknya disesuaikan dengan pencatatan melalui aplikasi di gawai masing-masing murid.Â
Bahkan pasa saat PSBB sekarang ini, alangkah baiknya jika para siswa diminta mencari materi ceramah agama secara online, kemudian membuat ringkasannya pada aplikasi khusus tersebut yang bisa dinilai oleh guru sekolah.
Bukankah saat ini bertebaran demikian banyak informasi dan ilmu pengetahuan di dunia maya? Jangan biarkan para remaja kita hanya sibuk menikmati musik dan film secara online, atau mengumbar foto pribadi di akun media sosialnya.
Semakin parah bila para remaja terhanyut dengan materi yang berdampak buruk pada kesehatan mentalnya, seperti kecanduan pornografi, atau sibuk berkomentar di media sosial yang berbau bullying. Menyebarkan berita bohong juga bukan hal yang kita harapkan.
Padahal tak sedikit materi pengetahuan agama yang sangat gampang diperoleh, cukup bermodal gawai yang ada kuota internetnya. Banyak yang menamatkan membaca Al Qur'an berikut dengan tafsirnya selama bulan puasa, bermodalkan gawai.
Satu hal yang perlu ditekankan bagi para remaja yang masih mencari jatidiri, termasuk dalam sikap beragama, mereka harus mencari materi agama dari banyak sumber yang layak sebagai referensi.
Masalahnya sekarang ini relatif gampang bagi seseorang yang karena sering menuliskan pesan-pesan berdasarkan agama, lalu mendapat gelar ustadz atau panggilan lain yang senada.
Jika ada remaja yang karena kebetulan mengikuti akun media sosial sang  ustadz dadakan, lalu kepincut, dan tidak lagi menoleh materi yang diberikan banyak lagi ustadz lainnya, berpotensi menimbulkan masalah baru.
Misalnya sang ustadz yang diikuti punya gaya yang meledak-ledak dalam menyampaikan materi, gampang menyalahkan pihak lain, sehingga pemerintah dihantam habis-habisan, pemeluk agama lain dihujat, bahkan muslim yang berpandangan lain juga digempur, remaja yang menjadi pengikut bisa terpapar paham radikalisme.
Makanya, BHR versi digital, jika itu bisa diwujudkan, harus betul-betul dibaca oleh guru yang berkompeten. Jika ada pandangan yang menyimpang, masih ada kesempatan untuk dikoreksi. Para remaja adalah pewaris bangsa yang sah. Jangan sampai salah dalam memilih jalan.