Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Acara Khatam Al Quran bagi Anak-anak, Makin Langka Terlihat

17 Mei 2020   10:58 Diperbarui: 18 Mei 2020   09:18 1188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Memang di setiap desa ada ketika itu terdapat pendidikan membaca Al-Quran yang dilakukan sore hari di masjid atau di surau. Pendidikan yang bersifat nonformal ini lazim disebut Taman Pendidikan Al-Quran (TPA). Yang menjadi guru biasanya adalah warga setempat yang pernah memenangkan lomba membaca Al-Quran.

Di Jakarta dan sekitarnya, saya jarang sekali melihat ada acara khatam Al-Quran itu. Tapi di beberapa masjid saya melihat TPA-nya cukup aktif dengan jumlah murid yang banyak. Dugaan saya, meski semakin langka, acara khatam Al-Quran tetap ada, tapi tidak sesemarak seperti di kampung-kampung, tanpa arak-arakan.

Ada kesan yang saya lihat, di banyak keluarga, anak-anak mereka selain menghabiskan waktu untuk bersekolah formal, diprioritaskan juga untuk masuk bimbingan belajar, baik secara privat dengan guru datang ke rumah, maupun ikut kelas bimbingan belajar dari lembaga tertentu.

Kemudian anak-anak juga ikut les musik, les berenang, les bahasa Inggris, dan berbagai hal lain yang menjadi hobi si anak. Belajar membaca Al-Quran bagi keluarga muslim semakin bergeser jadi prioritas urutan lebih bawah.

Jadi, frekuensi dan durasi anak-anak belajar mengaji relatif sedikit. Kalaupun anak-anak mereka ikut di TPA atau memanggil guru mengaji ke rumah, begitu anak sudah asal bisa membaca, dianggap sudah memadai. Makanya mungkin tidak banyak anak-anak yang berhasil menamatkan membaca Al-Quran.

Beruntung bila anak-anak mereka di sekolahnya mendapat materi pelajaran agama yang lebih intens. Sekolah yang punya masjid sendiri dengan guru agama yang aktif, membuat murid-muridnya rajin melakukan salat, mengaji dan menghafalkan banyak doa yang lazim dibaca dalam aktivitas sehari-hari.

Masalah terbesar memang bagaimana mempertahankan konsistensi belajar dan menerapkan ilmu agama saat si anak sudah kuliah, bekerja dan berumah tangga nantinya. Jika mereka asal-asalan dalam beragama, tentu akan melahirkan generasi yang abai dan berpotensi menderita kerapuhan mental.

Dok. infopublik.id
Dok. infopublik.id

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun