Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Mengantisipasi Kebangkrutan Bank, Cek Apakah Simpanan Anda Dijamin LPS?

27 April 2020   08:18 Diperbarui: 28 April 2020   04:37 10706
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kantor Lembaga Penjamin Simpanan| Sumber: KONTAN/Carolus Agus Waluyo

Bagi yang sering mengamati kondisi perbankan nasional, tentu sudah mengetahui bahwa tahun ini tampaknya menjadi tahun yang sangat tidak kondusif bagi bisnis perbankan. 

Bahkan kalau membaca pendapat sejumlah pengamat yang dimuat berbagai media massa, kebangkrutan banyak bank seperti saat krisis moneter 1998 lalu, sudah di depan mata.

Ya tentu saja semua ini penyebab utamanya adalah pandemi Covid-19 yang telah beberapa bulan mengancam setiap warga di tanah air tercinta. 

Tak bisa lain, untuk mencegah Covid-19 lebih leluasa lagi berkembang biak, harus dilakukan berbagai pembatasan pergerakan manusia. Berdiam diri di rumah masing-masing adalah tindakan yang paling bijak.

Pembatasan di atas menyebabkan perputaran roda perekonomian tidak bisa berjalan lancar seperti biasanya. Akibatnya para pebisnis yang menjadi nasabah bank, baik sebagai penyimpan dana, maupun sebagai peminjam atau penerima kredit, juga mengalami kesulitan.

Sudah banyak kita baca berita terjadinya PHK massal di berbagai perusahaan. Jelas saja  bagi karyawan yang kehilangan pekerjaan, ini sebuah pukulan telak dalam kehidupan sehari-harinya. Tapi bagi perusahaan pun, sama terpukulnya. 

Lazimnya, untuk kelancaran operasionalnya atau untuk melakukan ekspansi usaha, sebuah perusahaan yang memenuhi persyaratan akan mendapatkan kucuran kredit dari bank. 

Di masa sekarang sangat mungkin pengembalian kredit ke pihak bank akan tersendat yang berbuntut pada bertumpuknya jumlah kredit macet di perbankan nasional.

Pada gilirannya, bila di sebuah bank jumlah kredit macet melebihi jumlah modal bank, maka modal bank akan menjadi negatif. Inilah yang sangat ditakuti pihak bank. Bila tidak ada tindakan penyelamatan berupa suntikan modal baru dari pemegang saham, bank tinggal menunggu kebangkrutannya saja.

Baik, kita tinggalkan dulu masalah kebangkrutan bank, karena bukan menjadi fokus tulisan ini. Yang ingin diangkat adalah bagaimana nasib para penyimpan dana di bank yang mengalami kebangkrutan? Akankah uang yang disimpannya, berupa tabungan, deposito, atau giro, bisa kembali ke pangkuan para penyimpan itu?

Ingat dulu waktu bank-bank mengalami kejatuhan di saat krisis moneter, banyak penabung yang akhirnya gigit jari. Waktu itu, bank yang bangkrut diambil alih oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). 

Lembaga inilah yang menagih pengembalian kredit macet dari para peminjam yang menunggak dan mengembalikan uang para penabung setelah diverifikasi terlebih dahulu. Namun dalam pelaksanaannya tidaklah gampang, sehingga banyak penabung yang harus mengikhlaskan kehilangan uang.

Nah sekarang seandainya memang dampak Covid-19 akan sedahsyat krisis moneter 1998, apakah diperlukan semacam BPPN untuk mengambil alih bank yang bankrut? Perlu kajian yang matang untuk hal ini.

Kalau yang bangkrut adalah bank-bank yang kecil, sebetulnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bisa memediasi agar bank besar yang masih kokoh bisa mengakuisisi bank kecil yang bangkrut.

Masalahnya jadi berat bila yang bangkrut adalah bank yang ukurannya sudah masuk papan tengah, apalagi bank papan atas. Bisa jadi perlu lagi dihidupkan BPPN, namun tugasnya hanya mengambil alih pengelolaan perkreditan yang macet di bank-bank yang bangkrut.

Sedangkan untuk urusan dana masyarakat yang ada di bank yang bangkrut, harusnya ditangani oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Seperti diketahui, belajar dari krisis moneter 1998, akhirnya pada tahun 2004 didirikanlah LPS, yang modal awalnya berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.

Namun dalam menjalankan tugasnya yang mirip dengan lembaga asuransi, LPS mengandalkan pada iuran yang disetorkan setiap bank yang terdaftar sebagai bank peserta penjaminan. Iuran ini berupa persentase tertentu dari jumlah dana yang dihimpun bank dari masyarakat.

Jadi, bagi para penabung di bank, kondisi sekarang relatif lebih baik dalam arti uangnya dijamin oleh LPS sepanjang memenuhi persyaratan yang ditetapkan. 

Persyaratan dimaksud, simpanan yang diklaim  harus tercatat pada pembukuan bank, bunga yang diterima nasabah tidak melebihi suku bunga penjaminan yang ditetapkan LPS, dan jumlah dana yang dijamin maksimal hingga Rp 2 miliar per orang.

Tapi bila si penyimpan dana setelah diteliti LPS ternyata ikut menikmati kredit yang akhirnya menjadi kredit macet yang membangkrutkan suatu bank, nasabah yang seperti ini tidak akan dijamin oleh LPS.

Pertanyaannya sekarang, seberapa besar kemampuan LPS buat mengembalikan dana masyarakat yang tersangkut di bank-bank yang diprediksi akan bangkrut? 

Dilansir dari merdeka.com (9/4/2020),  Kepala Dewan Komisioner LPS, Halim Alamsyah, menyatakan bahwa jika suatu saat terjadi kesulitan likuiditas, maka pihaknya hanya mampu menyelamatkan 4 sampai 5 bank. Tapi jika itu menyangkut bank besar atau bank sistemik, Halim mengakui LPS tidak mungkin punya kemampuan keuangan.

Namun berita bagusnya, sekarang ini Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KKSK) tengah menyiapkan berbagai strategi untuk menjaga perbankan nasional selamat dari gempuran Covid-19.

Sekarang bagi kita yang mempunyai tabungan, deposito, atau giro di bank, apa yang sebaiknya kita lakukan? Pertama tentu saja mengecek berapa suku bunga yang diberikan bank kepada kita dan bandingkan dengan suku bunga penjaminan LPS.

Bila kita lihat di website resmi LPS, sampai dengan 29 Mei 2020, besarnya suku bunga penjaminan di bank umum untuk simpanan dalam rupiah maksimal sebesar 5,75% per tahun, dan simpanan dalam valuta asing sebesar 1,75% per tahun. 

Adapun untuk simpanan di Bank Perkreditan Rakyat (BPR) hanya untuk simpanan rupiah sebesar 8,25% per tahun.

Bisa dipastikan, untuk tabungan dan giro, semua bank memberikan bunga yang relatif kecil, di bawah suku bunga penjaminan LPS. Tapi untuk simpanan berupa deposito, khususnya dalam jumlah besar misalnya di atas Rp 500 juta, ada bank-bank tertentu yang kesulitan dana, berani menawarkan suku bunga di atas penjaminan LPS.

Bila nasabah tergiur dengan bunga yang tinggi dan tiba-tibanya banknya bangkrut, ini sangat berisiko, uang yang disimpan di bank bisa ambyar. 

Kedua, jumlahkan semua simpanan anda, baik berupa tabungan, giro, dan deposito, termasuk kalau masing-masing punya beberapa rekening, apakah sudah melebihi Rp 2 miliar?

Jika lebih dari Rp 2 miliar, Anda harus ikhlaskan kelebihannya itu. Tapi bisa juga, Anda datang ke bank sekarang untuk menarik sejumlah uang anda agar secara total tidak lebih dari Rp 2 miliar.

Ketiga, bagaimana caranya mengecek bahwa simpanan anda tercatat pada pembukuan bank? Bagi pemegang tabungan, sebaiknya secara rutin, misal setiap 3 bulan, mencetak buku tabungan. 

Bagi pemegang giro, tinggal meminta print out rekening koran, cocokkan dengan catatan anda sendiri, apakah ada perbedaan. Jika berbeda, segera hubungi petugas banknya.

Kalau melihat bank-bank yang bangkrut sejak ada LPS, baru Bank Century yang relatif besar, yang sayangnya banyak penyimpan di sana tidak menerima jaminan LPS, karena setelah diteliti tidak tercatat pada pembukuan resmi bank.

Bank Century yang diambil alih LPS pada 2008, kemudian berganti kepemilikan sehingga menjadi Bank Mutiara (2009-2015) hingga kemudian diambil alih lagi oleh bank asing asal Jepang, J Trust.

Selain itu, yang sudah beberapa kali ditangani LPS adalah kebangkrutan di BPR yang tersebar di berbagai daerah. Karena simpanan masyarakat di BPR relatif kecil, LPS masih mampu menjamin simpanannya.

Nah, jika Covid-19 betul-betul membuat beberapa bank umum akan tiarap, tentu menjadi pertaruhan besar bagi LPS, seberapa kuat untuk membayarkan simpanan masyarakat di bank-bank yang collapse. Akankah LPS terpaksa mencari sumber dana lain, katakanlah meminta bantuan yang membebani anggaran negara?

Ini yang perlu kita cermati, karena anggaran negara pun sebetulnya sudah dalam kondisi yang kurang menggembirakan dan banyak digelontorkan buat stimulus ekonomi, termasuk bantuan sosial bagi masyarakat miskin yang bertambah banyak jumlah penerima bantuannya gara-gara dampak Covid-19.

Dok. Republika/Agung Supriyanto
Dok. Republika/Agung Supriyanto

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun