Memang tidak bisa disamaratakan seolah-olah divisi logistik menjadi sarangnya "pemain sulap". Tentu banyak juga yang punya integritas tinggi. Hanya saja bagi aparat yang berwenang mengawasi, harus lebih tajam penciumannya bila mengaudit divisi logistik yang ada di setiap BUMN.
Toh, bukan rahasia lagi, banyak di antara yang bertugas di divisi basah tersebut punya gaya hidup yang lebih mewah ketimbang karyawan di divisi lain. Bahkan sampai office boy-nya pun sering kecipratan dari atasannya atau dari rekanan yang dibantunya sekadar untuk membuat foto kopi dokumen, atau satpam yang mengawal rekanan di lift.
Lalu apakah yang "bermain" hanya mereka yang bertugas di divisi logistik? Bila nilai pembeliannya relatif kecil, bisa jadi iya. Karena lazimnya di BUMN, ada kewenangan berjenjang menyangkut pejabat mana yang harus menyetujui sebuah transaksi pengadaan barang dan jasa.
Bila jumlah yang dibeli lebih besar, sebelum dieksekusi harus disetujui oleh direktur yang membawahi divisi logistik. Adapun jumlah yang lebih besar lagi menjadi kewenangan direktur utama.
Jangan heran, biasanya yang ditunjuk menjadi kepala divisi logistik, bukan sembarang orang. Ini posisi yang sangat strategis, makanya harus dijabat oleh sosok yang betul-betul dipercaya oleh direksi dan tentu saja bisa menyimpan rahasia. Bila ada transaksi yang yang diwarnai aroma konflik kepentingan, harus pintar mengamankannya.
Namun sekarang sebetulnya banyak pula BUMN yang sengaja memperkuat koperasi karyawannya. Maka divisi logistik harus pintar-pintar, mana pembelian yang harus dilakukan ke koperasi karyawan agar karyawan senang, dan tidak protes ke manajemen, serta mana yang melewati rekanan yang memang menjadi pilihan bapak-bapak yang di atas.
Jelas, aturan tentang good corporate governance (GCG) atau tata kelola perusahaan yang baik, harus dipatuhi. Dokumen harus lengkap. Justru di sinilah seninya, bagaimana aturan tertulis terpenuhi, tapi rekanan pilihan direksi juga terselamatkan.
Makanya, tak gampang juga bagi auditor untuk melacaknya, kecuali bagi yang jam terbangnya sudah tinggi, pantang menyerah dan penuh integritas. Tak berlebihan bila disebutkan lagi, mohon maaf, ibarat kentut.Â
Iseng-iseng coba saja telusuri, bila di sebuah BUMN terjadi pergantian kepemimpinan, apakah sejak beberapa bulan setelah itu, pesanan pembelian barang mulai beralih ke rekanan baru, bawaan pimpinan baru dari tempatnya yang lama?
Soalnya, kalau cerita versi kabar burung, konon masing-masing pimpinan sudah punya rekanan yang chemistry-nya klop. Mungkin tidak begitu berbeda dengan kisah sukses Liem Sioe Liong, pendiri kerajaan bisnis Salim Group.
Kalau tidak keliru, Liem sudah mendapat kepercayaan dari Pak Harto ketika Pak Harto masih menjadi Pangdam Diponegoro di Semarang. Adapun Liem adalah pemasok beras kepada prajurit Kodam Diponegoro. Maka begitu takdir memihak Pak Harto untuk menjadi RI-1, tak tertahankan lagi Salim Group pun berkibar dengan gagahnya.