Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ketika Nenek-nenek di Desa Menolak Menerima Beras Bansos

22 April 2020   09:26 Diperbarui: 22 April 2020   10:08 325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Adapun warga di Kelapa Gading, boleh dikatakan pemberian bansos yang salah alamat. Bagaimanapun juga, penolakan bansos bisa dilihat sebagai hal yang positif.

Namun ada juga yang agak berbau kontradiktif. Di satu sisi, masyarakat menolak menerima bansos dengan alasan banyak warga lain yang lebih membutuhkan. Artinya, ada kesadaran untuk mendahulukan kelompok yang kehidupannya lebih sulit, antara lain karena kehilangan pekerjaan atau kehilangan pelanggan bila mereka berdagang.

Tapi di sisi lain, seperti banyak diberitakan media massa, terlihat wajah garang sebagian warga yang mengucilkan orang atau rumah yang diduga penghuninya  telah terpapar Covid-19. Yang sangat menyesakkan dada, banyak yang dengan pongah menolak memakamkan warga desanya sendiri yang meninggal karena Covid-19.

Apakah bisa disimpulkan, ketika sama-sama berjuang melawan wabah Covid-19, semua warga kompak bersatu. Warga yang kaya membantu yang miskin. Kekompakan langsung sirna begitu ada satu warga yang terpapar, dan berubah menjadi kompak untuk mengucilkan.

Coba pandang dari sisi yang dikucilkan, betapa menyedihkannya. Terpapar Covid-19 bukanlah aib, toh siapa saja berpotensi untuk terkena. Bukankah sebagian warga yang tengah melakukan isolasi mandiri, harusnya tidak saja menerima bansos, tapi juga mendapat dukungan moral dari tetangganya sendiri.

Semoga dengan semakin gencarnya sosialisasi dari pemerintah, tokoh agama dan tokoh masyarakat, upaya pengucilan dan penolakan pemakaman jenazah tidak terjadi lagi.

Kembali ke soal bansos, penting pula kiranya pemerintah dan juga dibantu masyarakat untuk mengawasi dua hal yang menjadi sumber kerawanan, yakni bantuan yang salah alamat, dan tindak korupsi atas anggaran yang dimaksudkan untuk bansos.

Kita sangat prihatin melihat warga perantau di Jabodetabek yang kehilangan mata pencaharian, namun mereka juga tidak dibolehkan pulang ke kampung halamannya. Untuk kelompok seperti ini, tak usah dipersoalkan KTP dari daerah mana yang dipegangnya, segera saja kucurkan bansos.

Ketika saya mau menutup tulisan ini, lagi-lagi sambil menonton siaran berita televisi, kembali ada tiga berita yang membuat saya terenyuh.

Pertama, di Nganjuk, Jawa Timur, pembagian paket sembako langsung diserbu warga yang berebut tak terkendali, sehingga yang datang belakangan tidak kebagian. Praktis aturan menjaga jarak sudah tidak diindahkan mereka yang berebut bansos.

Kedua, di Serang, Banten, ada seorang ibu yang meninggal dunia karena sudah dua hari hanya minum air putih saja. Namun setelah berita itu tersiar, bantuan mulai mengalir yang diberikan ke suami almarhumah, termasuk yang dikirimkan Presiden.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun