Kemudian saya mengirim pesan lagi ke teman tersebut yang memberikan apresiasi atas upayanya menelusuri obrolan tadi malam, sehingga kesalahpahaman bisa diakhiri. Namun saya juga kaget, ketika ia juga merasa bersalah karena memberikan tulisan yang panjang-panjang sehingga saya tidak sepenuhnya membaca.
Bila hanya soal ecek-ecek, komentar atas foto saja sudah menimbulkan gesekan, apalagi obrolan soal agama, sosial atau politik. Harus diingat, obrolan yang sehat adalah yang setara.Â
Maksudnya semua pihak yang saling bersahut-sahutan, baik di sebuah grup media sosial, maupun antar dua individu, harus saling menghargai, dalam arti tidak boleh salah satu pihak memonopoli kebenaran.
Maka gaya obrolan yang meledak-ledak, malah pakai emosi segala, harus dihindarkan. Jangan langsung main sambar saja dalam mengirim pesan atau mengomentari sesuatu.Â
Bila terlihat tanda-tanda terjadi miskomunikasi, ada baiknya rehat sejenak, dan masing-masing pihak berupaya untuk menelusuri kembali obrolan yang sudah berkembang jauh.
Jangan segan untuk minta maaf bila kita bersalah. Biasanya, kalau kita duluan yang minta maaf, lawan bicara juga akan ikut merasa bersalah dan ikut-ikutan minta maaf. Akhirnya malah saling minta maaf, kayak lebaran saja. Kebersamaan yang indah melalui dunia maya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H