Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Jadi Ibu Rumah Tangga Biasa, Nilainya Bukan Sekadar Biasa-biasa Saja

2 Mei 2020   07:10 Diperbarui: 3 Mei 2020   21:16 882
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi ibu dan anak (Thinkstock/omgimages) via Kompas.com

Wanita zaman sekarang ini yang menjadi sarjana dan berkarir di berbagai bidang sudah demikian banyak. Boleh dikatakan tidak ada lagi bidang pekerjaan yang tertutup buat wanita. 

Bahkan di berbagai bidang yang puluhan tahun lalu didominasi oleh pria, sekarang sudah berbalik arah, karena pria menjadi minoritas. Contohnya adalah profesi guru, dosen, dan perawat di rumah sakit.

Begitu pula untuk profesi dokter, dokter gigi, apoteker, psikolog, atau hal lain yang berkaitan dengan kesehatan, kecendrungannya semakin jelas, "dikuasai" oleh wanita.

Namun ada pekerjaan mulia yang dilakukan wanita yang justru dianggap bukan sebuah profesi, yakni ibu rumah tangga (untuk selanjutnya ditulis IRT). 

Jika sesama wanita yang telah bekeluarga berkumpul, IRT yang taraf ekonominya kurang menggembirakan, biasanya merasa jadi warga kelas dua. Tapi bagi yang dapat suami kaya, istrinya yang IRT biasanya punya penampilan yang wah, gengsinya ikut terangkat.

Seperti pengalaman saya waktu ikut acara reuni dengan teman-teman sekolah, awal Maret lalu, saya secara khusus memberi perhatian kepada sejumlah teman yang terlihat kurang pede saat menceritakan bahwa pekerjaannya hanya sekadar seorang IRT.

Betapa mereka yang IRT merasa kurang layak berbaur dengan teman lamanya yang mayoritas berhasil meraih gelar sarjana, dan bekerja sebagai aparatur sipil negara (ASN), baik di kantor pemda maupun yang menjadi guru. 

Secara lebih khusus lagi, saya mencari informasi siapa saja wanita IRT yang sudah hidup menjanda. Jangan buru-buru berpikiran negatif, karena teman-teman saya itu sekarang telah tidak muda lagi, berada pada rentang usia 55 hingga 60 tahun.

Tujuan saya tidak lebih untuk mendata, siapa saja yang layak menerima zakat atau bantuan keuangan lain dari para alumni yang punya kelebihan rezeki. Menurut saya, para janda yang tidak mempunyai pekerjaan, merupakan salah satu kelompok yang berhak menerima zakat.

Maka dengan cara saya sendiri, saya berhasil mengorek informasi, dan menemukan ada 12 orang janda. Beberapa di antaranya malah bercerita kisah kehidupan yang dilaluinya, sehingga saya menyimpulkan bahwa IRT adalah pekerjaan mulia juga. Sangat tidak tepat bila mereka mengatakan; "saya ini apalah, hanya ibu rumah tangga biasa".

Ada dua kisah yang saya tuliskan di sini. Pertama kisah wanita yang sebut saja namanya Eli, sekarang berusia 58 tahun. Eli berasal dari keluarga yang hidup pas-pasan, sehingga begitu tamat sekolah menengah, patuh kepada orang tuanya yang menerima pinangan seorang pegawai pemda, agar beban orang tuanya berkurang.

Padahal Eli punya otak yang encer dan dalam hati sebetulnya ingin masuk kuliah seperti teman-temannya. Meskipun punya suami seorang pegawai pemda, tapi dengan golongan II b pada awal dekade 80-an, Eli mau tak mau harus mampu menjadi wanita "super".

Tanpa asisten rumah tangga, Eli harus membesarkan 4 orang anaknya dengan pekerjaan harian yang bikin pontang panting. Antar jemput anak-anaknya dengan naik motor ke dan dari sekolah, selain juga mengerjakan semua aktivitas rumah tangga seperti berbelanja ke pasar, memasak, mencuci, menyetrika, dan sebagainya, dilakukannya dengan sepenuh hati.

Ya, Eli boleh saja disebut sebagai hanya IRT biasa. Tapi dengan keberhasilan mengantarkan keempat anaknya menjadi sarjana, yang kini masing-masingnya menjadi pegawai negeri, dokter umum, karyawan bank milik negara, dan karyawan di sebuah perguruan tinggi swasta terkemuka, Eli membuktikan prestasinya yang bukan sekadar biasa-biasa saja.

Meskipun 5 tahun lalu, suami Eli telah berpulang ke rahmatullah, karena anak-anaknya sudah mandiri, Eli sudah bisa sedikit lega. Makanya ia bisa ikut reuni dengan teman sekolahnya, yang diadakan di kota yang jauh dari tempat domisilinya sekarang. 

Eli masih menerima uang pensiun bulanan sebagai istri dari seorang pegawai negeri yang telah meninggal. Karena almarhum suaminya belum punya jabatan, pensiun yang diterima Eli tidak banyak, malah tidak sampai Rp 2 juta per bulan. Tapi itu sudah membuatnya bersyukur.

Saya tidak pernah menganggap IRT sebagai hal yang biasa, karena teringat dengan almarhumah ibu saya. Kesabaran ibu saya mendampingi ayah saya yang penghasilannya pas-pasan dan membesarkan 7 orang anaknya, alhamdulillah membuahkan hasil ketika semua anaknya bisa mandiri.

Nah, kembali pada kisah dari reuni sekolah, satu lagi yang saya angkat di sini adalah seorang janda bernama Fifi. Ia pernah bekerja namun kemudian berhenti karena ingin fokus mengurus dua anaknya, karena tidak diizinkan oleh suaminya yang seorang pengusaha.

Sayangnya saat kedua anaknya masih duduk di bangku kuliah, sang suami meninggal dunia. Bukan meninggalkan warisan, malah meninggalkan utang yang lumayan banyak untuk bisnis apotik milik almarhum suaminya.

Maka kehidupan Fifi yang sebelumnya relatif mapan, tiba-tiba seperti mau ambruk. Ia terpaksa melego aset yang dimilikinya untuk melunasi utang dan untuk biaya kuliah kedua anaknya. Bisnis almarhum suaminya tidak lagi diteruskan Fifi, tapi sekarang ia agak tenang karena anak-anaknya telah berhasil.

Jadi, menurut saya, seorang IRT yang anak-anaknya berhasil, dalam arti bisa menyelesaikan pendidikan dan mempunyai pekerjaan yang relatif mapan, jauh lebih berharga ketimbang wanita karir yang punya penghasilan besar, tapi gagal dalam mendidik anak.

Apa artinya karir sukses bila anak-anak tak terurus seperti ketagihan narkoba, terlibat pergaulan bebas, masuk penjara, atau masih "menyusu" sama orang tuanya pada saat si anak sudah berumah tangga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun