Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Memandang Virus sebagai Kesempatan Melakukan Koreksi Kesalahan Besar

16 April 2020   10:10 Diperbarui: 16 April 2020   10:54 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok. Kolase The Sun

Terlalu banyak informasi tentang virus corona atau Covid-19 di media sosial. Sebagian besar tidak jelas sumbernya, apakah bisa dipercaya atau tidak. Tapi dengan nalar, seharusnya kita bisa menimbang-nimbang. Informasi yang tidak rasional, jangan ikut-ikutan menyebarkannya.

Namun demikian, tetap ada sedikit informasi yang amat berharga. Seperti pagi ini, di sebuah grup media sosial yang saya ikuti, ada teman yang mengirim pesan. Katanya sih, berupa surat dari Bill Gates, filantropis terkenal.

Saya tidak punya kemampuan untuk melacak, betulkah itu ditulis oleh Bill Gates atau hanya mencatut namanya saja. Tapi karena isinya menurut saya bermanfaat, maka saya tulis ulang dengan bahasa versi saya sendiri untuk pembaca Kompasiana. Saya juga mengembangkannya dengan contoh dari apa yang saya pikirkan secara spontan.

Inilah beberapa hikmah besar di balik bencana Covid-19 menurut yang katanya surat Bill Gates tersebut. Pertama, di mata virus semua manusia adalah sama. Apapun warna kulitnya, etnisnya, agamanya, negaranya, tingkat kesejahteraannya, profesinya, dan berbagai atribut yang selama ini membuat umat manusia seperti terbagi atas beberapa kelas, semua bisa terpapar virus. 

Maka pesan moralnya, perlakukanlah semua manusia dengan kesetaraan pula. Bagi kita di Indonesia misalnya, saudara-saudara kita di Papua dan warga yang tinggal di kawasan tertentu yang kita sebut sebagai suku terasing, harus kita perlakukan secara sama dengan saudara kita dari daerah yang lebih maju.

Kedua, virus mengingatkan kita bahwa nasib kita semuanya saling terkait antar yang satu dengan yang lain. Demikian pula antar bangsa, tidak bisa menutup diri dari pengaruh bangsa lain. 

Dulu ketika Covid-19 belum masuk negara kita, ada yang sesumbar mengatakan bangsa Indonesia tidak mungkin dimasuki corona dengan berbagai dalih. Sekarang seperti sama-sama kita ketahui, tak satu provinsi pun yang steril.

Maka kerjasama antar sesema  manusia, mutlak perlu, dari level antar negara sampai level rumah tangga. Pada lingkungan terdekat, bukankah nasib seorang bos juga terkait dengan apa yang terjadi pada pengemudi kendaraan pribadinya, asisten rumah tangganya, tukang kebunnya, dan orang-orang kecil lainnya?

Jadi kalau bos-bos itu menggunakan masker dan hand sanitizer, barang yang sama harus pula dibagikan pada orang-orang kecil yang berada di sekitarnya. 

Semua elemen masyarakat harus kompak bersatu. Tak kan banyak gunanya bila sebagian kita sudah berdisiplin untuk berdiam diri di rumah, tapi sebagian yang lain malah tetap keluyuran.

Ketiga, kita baru menyadari betapa sangat tidak ternilainya harga kesehatan. Selama ini kita enak-enak saja menikmati junk food atau menikmati minuman yang terkontaminasi dengan berbagai bahan kimia. 

Bahkan sinar matahari yang selama ini kita abaikan, sekarang secara berdisiplin kita tunggu setiap pagi. Budaya mencuci tangan yang kelihatannya sepele sekarang menjadi ritual wajib setelah kita menyentuh sesuatu yang sebelumnya sering disentuh orang lain.

Jahe, kunyit, temulawak, dan berbagai bahan untuk membuat jamu, tiba-tiba naik kelas dan diburu masyarakat. Demikian pula suplemen makanan atau vitamin berdosis tinggi, susah dicari karena telah diborong konsumen yang ingin meningkatkan daya tahan tubuh.

Keempat, ternyata perilaku konsumtif kita tak banyak bermanfaat. Kita sebetulnya hanya membutuhkan makanan, air minum, dan vitamin atau obat-obatan. Tak  perlu jam tangan mewah, tas yang mahal, cincin berlian memenuhi semua jari tangan, atau pakaian yang tersusun dalam beberapa lemari. 

Perilaku konsumtif kebanyakan hanya mendatangkan kepuasan sesaat, terutama bila menuai banyak pujian dari teman-teman dunia maya, setelah barang yang dibeli dipamerkan di akun media sosial.

Kelima, virus telah memaksa kita kembali ke rumah. Maka ciptakanlah "rumahku, istanaku". Betapa pentingnya arti keluarga di mana masing-masing punya peran yang sama pentingnya. Ibu rumah tangga sama mulianya dengan wanita eksekutif berkarir cemerlang.

Bagi yang tidak punya asisten rumah tangga, tentu bisa merasakan betapa melelahkannya mengerjakan hal yang "ecek-ecek" tapi sangat penting untuk menciptakan kebersihan dan kenyamanan di rumah. 

Memasak, mencuci piring dan peralatan dapur, mencuci  pakaian, menyetrika dan menyusun pakaian, itu bukan tugas ringan. Demikian pula menyapu lantai , mengepel, membuang sampah, dan menyusun berbagai barang pada tempatnya, sambil membuang yang tidak lagi diperlukan.

Keenam, kita boleh bangga dengan profesi kita. Tapi pekerjaan kita sesungguhnya bukan apa yang kita tekuni setiap hari. Pekerjaan kita yang sesungguhnya adalah saling menjaga satu sama lain, saling melindungi, dan saling membantu. Sekaranglah waktunya untuk melihat siapa yang tulus dalam memberikan bantuan dan tidak ada tempat bagi mereka yang egois.

Ketika  si ayah bekerja dari rumah, sementara si anak bertanya tentang pelajarannya, tak bisa berteriak-teriak menyuruh anak diam atau bertanya ke ibunya saja. Hanya karena merasa ia  yang mencari uang, bukan berarti si ayah berhak main perintah saja.

Ketujuh, virus mengajari kita untuk tidak sombong. Apa sih yang mau kita banggakan? Uang berlimpah, wajah tampan, jabatan tinggi, otak yang brilian, semuanya bisa dihentikan seketika oleh virus yang ukurannya sangat kecil.

Maka kerendahhatian sangat diperlukan. Jika kita memang punya kekayaan, harus disyukuri dengan kesediaan untuk berbagi dengan mereka yang tergolong duafa. Bukankah sebaik-baik manusia adalah orang yang bermanfaat bagi yang lainnya?

Kedelapan, virus yang telah memporakporandakan kehidupan kita, justru bisa menyembuhkan planet kita yang sakit. Betapa kerakusan umat manusia telah menguras ketersediaan bahan bakar, hutan digunduli, gedung-gedung menjulang tinggi, aneka moda transportasi di darat, laut, dan udara selalu bergerak dari satu titik ke titik lain.

Maka ketika kita diminta untuk berdiam diri di rumah masing-masing, udara yang kita hirup pun lebih bersih. Jarak pandang lebih jauh dari biasanya. Inilah saatnya bumi melakukan upaya pemulihan setelah dipaksa bekerja demi keserakahan manusia.

Kesimpulannya, terlepas dari banyaknya korban yang tak terhindarkan, virus corona yang mencemaskan manusia se-dunia ini, mengandung hikmah yang sangat berharga. Inilah kesempatan bagi kita semua untuk melakukan koreksi atas kesalahan besar kita selama ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun