Bahkan sinar matahari yang selama ini kita abaikan, sekarang secara berdisiplin kita tunggu setiap pagi. Budaya mencuci tangan yang kelihatannya sepele sekarang menjadi ritual wajib setelah kita menyentuh sesuatu yang sebelumnya sering disentuh orang lain.
Jahe, kunyit, temulawak, dan berbagai bahan untuk membuat jamu, tiba-tiba naik kelas dan diburu masyarakat. Demikian pula suplemen makanan atau vitamin berdosis tinggi, susah dicari karena telah diborong konsumen yang ingin meningkatkan daya tahan tubuh.
Keempat, ternyata perilaku konsumtif kita tak banyak bermanfaat. Kita sebetulnya hanya membutuhkan makanan, air minum, dan vitamin atau obat-obatan. Tak  perlu jam tangan mewah, tas yang mahal, cincin berlian memenuhi semua jari tangan, atau pakaian yang tersusun dalam beberapa lemari.Â
Perilaku konsumtif kebanyakan hanya mendatangkan kepuasan sesaat, terutama bila menuai banyak pujian dari teman-teman dunia maya, setelah barang yang dibeli dipamerkan di akun media sosial.
Kelima, virus telah memaksa kita kembali ke rumah. Maka ciptakanlah "rumahku, istanaku". Betapa pentingnya arti keluarga di mana masing-masing punya peran yang sama pentingnya. Ibu rumah tangga sama mulianya dengan wanita eksekutif berkarir cemerlang.
Bagi yang tidak punya asisten rumah tangga, tentu bisa merasakan betapa melelahkannya mengerjakan hal yang "ecek-ecek" tapi sangat penting untuk menciptakan kebersihan dan kenyamanan di rumah.Â
Memasak, mencuci piring dan peralatan dapur, mencuci  pakaian, menyetrika dan menyusun pakaian, itu bukan tugas ringan. Demikian pula menyapu lantai , mengepel, membuang sampah, dan menyusun berbagai barang pada tempatnya, sambil membuang yang tidak lagi diperlukan.
Keenam, kita boleh bangga dengan profesi kita. Tapi pekerjaan kita sesungguhnya bukan apa yang kita tekuni setiap hari. Pekerjaan kita yang sesungguhnya adalah saling menjaga satu sama lain, saling melindungi, dan saling membantu. Sekaranglah waktunya untuk melihat siapa yang tulus dalam memberikan bantuan dan tidak ada tempat bagi mereka yang egois.
Ketika  si ayah bekerja dari rumah, sementara si anak bertanya tentang pelajarannya, tak bisa berteriak-teriak menyuruh anak diam atau bertanya ke ibunya saja. Hanya karena merasa ia  yang mencari uang, bukan berarti si ayah berhak main perintah saja.
Ketujuh, virus mengajari kita untuk tidak sombong. Apa sih yang mau kita banggakan? Uang berlimpah, wajah tampan, jabatan tinggi, otak yang brilian, semuanya bisa dihentikan seketika oleh virus yang ukurannya sangat kecil.
Maka kerendahhatian sangat diperlukan. Jika kita memang punya kekayaan, harus disyukuri dengan kesediaan untuk berbagi dengan mereka yang tergolong duafa. Bukankah sebaik-baik manusia adalah orang yang bermanfaat bagi yang lainnya?