Tak heran, bagi petahana, peluang untuk kembali duduk di singgasananya sangatlah besar, kecuali pesaingnya sangat populer atau bisa memainkan politik uang dalam jumlah yang lebih besar tanpa terendus pihak pengawas pilkada.
Jadi, semaraknya materi sosialisasi program pemerintah daerah, termasuk penyaluran bansos, yang disusupi oleh hiasan wajah pejabat, sebaiknya memancing aparat dari instansi yang punya kewenangan memeriksa pengeluaran daerah, untuk menilai apakah masih dalam koridor yang wajar atau tidak.
Bahkan di luar masa pilkada, sebetulnya banyak masyarakat yang mulai jengah bila melakukan perjalanan antar kota. Setiap memasuki gerbang kota atau keluar dari gerbang kota, papan ucapan selamat datang atau selamat jalan seperti wajib harus memajang foto kepala daerah dalam ukuran besar. Apakah ini menjadi standar baru yang mau tak mau harus dinikmati masyarakat?
Dari pengamatan sekilas, sejak dimulainya era reformasi, terlihat semua pemerintah daerah dan juga semua kementerian sebagai representasi pemerintah pusat, sangat mementingkan berpromosi, termasuk di media cetak.
Artinya kemungkinan besar anggaran di semua instansi untuk pos biaya humas, atau pos apapun namanya yang bisa digunakan untuk sosialisasi dan promosi, meningkat dari biasanya. Lihatlah advetorial di koran atau majalah berita papan atas, sering ditemukan iklan yang dikemas bergaya berita. Ini yang lazim disebut dengan advetorial.
Pencapaian kinerja setiap kementerian atau pemerintah daerah, tergambar pada promosi tersebut. Tentu tidak lengkap bila tidak ada foto pejabatnya, termasuk kutipan wawancara yang menonjolkan prestasi si pejabat.
Padahal perlu diingat, instansi pemerintah bukanlah perusahaan yang memang bertujuan mencari keuntungan. Bila BUMN memasang iklan, masih masuk akal.
Tak bisa diingkari, sosialisasi program pemerintah sangatlah penting. Tapi bila itu harus memakan anggaran yang besar, tentu pantas dipertanyakan. Bukankah dengan rajin mengkinikan website masing-masing instansi, sudah memadai dan murah?
Perlu ada kajian yang mendalam seberapa penting instansi pemerintah beriklan dan seberapa besar anggaran pemerintah yang masih bisa disebut layak dikeluarkan untuk iklan tersebut. Rasanya ruang publik telah terlalu sesak dengan gambar pejabat. Demikian juga halaman media cetak atau jam tayang di layar kaca.Â
Bagi biro iklan yang diajak bekerja sama tentu hal ini berita bagus. Tapi bukankah anggaran yang terpakai untuk iklan akan lebih efektif bila digunakan untuk membantu masyarakat banyak?