Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Banyak Petani di Desa Tak Hafal Pancasila, Namun Telah Menerapkannya

11 Maret 2020   00:07 Diperbarui: 11 Maret 2020   10:07 945
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tapi pada intinya baik era dulu maupun era sekarang, permasalahannya sama, yakni bagaimana menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bangsa. Bukan sekadar dilafazkan setiap upacara bendera di sekolah-sekolah atau di setiap acara kenegaraan.

Maka sewaktu diadakan acara malam final pemilihan Puteri Indonesia 2020 baru-baru ini, masyarakat yang menonton secara langsung dari salah satu stasiun televisi dihebohkan oleh peserta asal Sumatera Barat yang sudah maju ke babak 6 besar, namun tidak bisa mengucapkan lima sila dalam Pancasila secara benar.

Berbagai komentar pun bermunculan di media sosial, terutama bernada kritik. Meskipun juga ada yang membela sang finalis Puteri Indonesia itu dengan memahami bahwa ia demam panggung.

Toh kalau pun ia tidak demam panggung, tapi betul-betul tidak hafal karena sudah lama tidak ikut upacara bendera, rasanya bukan suatu kesalahan fatal. 

Tentu maksudnya sepanjang ia telah memahami (bukan menghafalkan) apa makna yang terkandung dari setiap sila dan mengamalkannya, baik di rumah maupun dalam bersosialisasi dengan orang lain.

Lihatlah kehidupan petani di desa. Saat mengalun azan subuh, mereka menunaikan salat berjamaah di langgar. Setelah itu mereka saling bersilaturahmi.

Bila ada tetangga yang tak muncul di langgar dan mendapat informasi kalau ia lagi sakit, jama'ah lain akan membesuk ke rumah. Walaupun buah tangannya sekadar setandan pisang, tapi menunjukkan rasa kekeluargaan yang tinggi.

Di hari-hari tertentu, segenap warga desa yang laki-laki bergotongroyong membersihkan jalan atau selokan. Ibu-ibunya menyiapkan makanan kecil dan minuman. Wah, betapa kompaknya.

Bila ada persoalan antar warga, semua bisa dimusyawarahkan dengan dipimpin oleh tetua adat atau tokoh masyarakat setempat. Jika desa mereka dikunjungi oleh orang luar, akan ditegur dengan ramah dan siap membantu apabila diperlukan, tanpa memandang si tamu beragama apa atau bersuku apa.

Bukankah itu merupakan beberapa contoh dari aplikasi Pancasila? Inilah yang justru harus diteladani, bukan sekadar kelancaran berbicara tentang Pancasila.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun