Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Tumpukan Dokumen di Meja Kerja, Pertanda Sibuk atau Malas?

7 Maret 2020   00:07 Diperbarui: 8 Maret 2020   03:16 704
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nampak meja kerja Mahathir Mohammad yang dipenuhi file kerja| Sumber:AP Photo via Kompas 26/2/2020

Mahathir Mohamad memang sudah tidak lagi menjadi Perdana Menteri (PM) Malaysia. Tapi dari foto di atas yang dimuat Kompas (28/2/2020), ada yang menarik, betapa banyaknya surat atau dokumen lain yang menumpuk di meja kerjanya.

Tapi tulisan ini tidak berkaitan dengan Mahathir Mohamad, selain menjadikan foto tersebut sebagai kalimat pembuka saja. Ternyata manajemen di era internet sekarang ini masih belum bisa mewujudkan kegiatan yang paperless.

Pernah melihat meja kerja pejabat yang tumpukan dokumennya sampai menutupi tubuh si pejabat yang duduk di belakang meja? Atau sebaliknya pernahkah melihat meja kerja pejabat yang bersih, kosong tanpa tumpukan surat?

Oke, kita mulai dari meja kerja yang kosong. Bisa jadi itu terjadi di kantor yang betul-betul telah menerapkan sistem paperless. Surat menyurat dibuat, dikirim, ditindaklanjuti, termasuk ditandatangani, semuanya secara elektronik.

Tapi harus diakui di instansi pemerintah dan perusahaan milik negara, sampai sekarang surat menyurat resmi ke atau dari pihak luar, masih pakai kertas. Sedangkan surat yang bersifat internal, ada yang menggunakan aplikasi e-office.

Artinya jika meja kerjanya bersih, mungkin karena si pejabat mampu membaca surat-surat masuk secara cepat, lalu membubuhkan disposisi untuk staf yang harus menindaklanjutinya. 

Jadi surat tersebut langsung terdistribusikan oleh sekretaris ke masing-masing staf yang namanya tercantum di lembar disposisi dari setiap surat.

Adapun untuk surat keluar yang dikonsep oleh para staf, si pejabat juga cepat membaca, bila ada kesalahan, dikembalikan ke staf yang membuat untuk dibetulkan. 

Jika suratnya sudah betul, akan ditandatangani oleh si pejabat, atau diparaf dan diteruskan untuk ditandatangani oleh pejabat yang lebih tinggi. 

Kuncinya ada pada kedisiplinan si pejabat untuk menuntaskan membaca semua surat, dengan tidak menunda-nunda pekerjaan. Memang akibatnya si pejabat bisa pulang malam, namun lega setelah pekerjaan tuntas.

Kemungkinan berikutnya bisa juga karena volume pekerjaan yang rendah, sehingga si pejabat bisa santai. Tapi bagi pejabat yang kreatif, waktu yang kosong akan dimanfaatkan untuk menggali ide baru buat perbaikan kinerja di kantor.

Lalu kalau begitu apakah pejabat yang tumpukan suratnya demikian banyak adalah pejabat yang malas? Saking banyaknya tumpukan itu, ada surat yang sudah satu minggu berada di mejanya belum sempat disentuh, padahal surat yang belakangan masuk tidak kalah banyak.

Justru semakin tinggi tumpukan itu, semakin malas rasanya menindaklanjuti, mau dimulai dari mana? Akhirnya beberapa hal penting yang harus cepat diputuskan, jadi kehilangan momen atau kehilangan peluang.

Namun tentu tidak adil bila langsung menuduh si pejabat sebagai orang yang pemalas, tanpa meneliti kondisi yang sesungguhnya. Bisa jadi ia orang yang rajin, sering lembur, tapi kurang mampu dalam mengatur waktu dan memilah-milah mana yang harus diprioritaskan.

Bukankah kesibukan pejabat banyak sekali, bukan sekadar surat menyurat? Biasanya pejabat mengalokasikan waktu meneliti surat pada pagi hari sebelum mulai mengikuti rapat dan menerima tamu yang datang menghadap. 

Tak jarang pula si pejabat harus keluar kantor menemui pejabat di instansi lain, makan siang dengan rekan bisnis, menjadi pembicara di forum tertentu yang berkaitan dengan bidang tugasnya, dan melakukan tugas lainnya.

Lalu sebelum pulang kantor, kembali ke meja kerjanya untuk meneliti surat-surat. Idealnya semua dokumen bisa tuntas terbaca dan didisposisi, diparaf, atau ditandatangani. Namun kalau dokumen tersebut saking banyaknya, jadinya tidak kepegang lagi.

Bila memang tidak kepegang, perlu diperhitungkan dengan cermat, jangan-jangan pada struktur organisasi di kantor tersebut perlu pemekaran bagian, pemekaran divisi, atau pemekaran direktorat.

Dengan demikian, volume surat yang harus ditangani seorang pejabat akan berkurang karena berbagi tugas dengan bagian atau divisi baru hasil pemekaran.

Tapi bila terlalu gampang melakukan pemekaran tanpa kajian yang cermat tentang beban kerja, akhirnya meja kerja si pejabat jadi bersih karena sedikit sekali dokumen yang perlu ditindaklanjuti.

Ingat, pemekaran organisasi pasti berdampak pada penambahan biaya. Jumlah pejabatnya bertambah berarti jumlah gaji yang harus dikeluarkan juga bertambah. Belum lagi kalau untuk level pejabat harus disediakan kendaraan dinas, maka perlu ditambah mobilnya. 

Intinya, seorang pejabat harus pintar menyiasati beban pekerjaan yang bervariasi, termasuk tugas-tugas yang bersifat administrasi seperti surat menyurat yang adakalanya dianggap tugas ringan, padahal menyita waktu.

Bahkan dengan cara paperless pun, tetap saja perlu mengalokasikan waktu yang cukup buat membaca semua dokumen yang disampaikan ke si pejabat.

Hanya saja tumpukan dokumen paperless tidak akan teronggok di atas meja, tapi terlihat pada daftar panjang di akun si pejabat kalau ia membuka aplikasi e-office di personal computer atau laptop-nya. Tentu ada tandanya, mana surat yang sudah dibaca dan ditindaklanjuti, mana yang belum.

Menjawab pertanyaan yang jadi judul tulisan ini, tumpukan dokumen di meja kerja pejabat biasanya dianggap sebagai gambaran kesibukannya. Tapi apakah betul seperti itu, perlu dilihat case by case.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun