Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Prakiraan Cuaca, Seberapa Akurat dan Seberapa Diperhatikan Masyarakat?

1 Maret 2020   00:01 Diperbarui: 1 Maret 2020   00:09 795
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok. Tribunnews.com

Selasa (25/2/2020) kemarin, saat saya bangun pagi sekitar jam 04.30, saya kaget mendengar suara hujan deras yang tidak biasa, karena disertai dengan angin kencang.

Alhamdulillah rumah saya di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, sejak saya tinggal di situ 17 tahun lalu, belum pernah kebanjiran. Semoga begitu seterusnya.

Rumah boleh saja tidak kemasukan air, tapi ada kecemasan lain, apakah akses untuk mencapai tempat saya beraktivitas di siang itu, bisa dilewati dengan jalur seperti biasa?

Untunglah sekitar jam 9 pagi curah hujan mulai berkurang, meskipun belum betul-betul reda. Memang biasanya jam 8 pagi saya sudah keluar rumah, dan Selasa itu karena dipaksa oleh keadaan, saya agak terlambat sampai di kantor.

Bukan soal terlambat masuk kerjanya yang saya pikirkan, tapi apakah sepulang dari kantor saya akan memenuhi undangan makan malam dari seorang teman yang terpilih sebagai direktur sebuah BUMN. Ada sekitar 25 orang yang diundang, yang semuanya dulu pernah menjadi rekan kerja teman tersebut.

Masalahnya, sesaat sebelum berangkat, saya masih sempat mengikuti siaran langsung dari salah satu stasiun televisi yang meliput kondisi banjir di berbagai lokasi di Jabodetabek.

Kemudian saya menyimak penjelasan reporter  televisi yang menyampaikan peringatan bahwa malam nanti warga Jabodetabek agar waspada. Prakiraan cuaca menunjukkan akan turun hujan lagi dengan intensitas tinggi seperti pagi tadi.

Wah, dalam hati saya berkata, bisa kacau rencana saya malam nanti dengan Pak Direktur. Apalagi sampai jam 2 siang walaupun tidak lagi hujan, tapi masih mendung.

Hampir saja  saya menulis pesan singkat memohon maaf tidak ikut makan malam, karena takut air di berbagai lokasi belum surut, malah akan diguyur hujan deras lagi.

Tapi setelah berpikir matang, kesempatan bersilaturahmi dengan teman-teman lama termasuk langka, saya putuskan untuk tetap ke lokasi makan malam sepulang dari kantor. Kalaupun memang akhirnya harus menghadapi hujan lagi, ya apa boleh buat.

Ternyata sampai acara makan malam selesai sekitar jam 20.30, bahkan sampai di rumah sekitar 40 menit setelah itu, alhamdulillah sama sekali tidak turun hujan.

Bayangkan betapa kecewanya saya bila tidak hadir di acara makan malam, sementara hujan yang ditakutkan malah tidak turun. Mungkin bagi teman lain gak ada masalah, apalah artinya ketidakhadiran saya, pasti acara tetap akan meriah.

Tapi bagi saya arti bertemu teman-teman, apalagi ikut langsung berbincang-bincang dengan direktur baru, sungguh bernilai. Apalagi makanannya enak-enak dan restorannya nyaman.

Poin tulisan ini adalah mempertanyakan seberapa akurat prakiraan cuaca yang diumumkan media cetak dan media elektronik, yang umumnya bersumber dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG). 

Lembaga ini salah satu tugasnya mempublikasikan prakiraan cuaca yang dihasilkan dari metode ilmiah yang digunakannya, agar masyarakat bisa mengantisipasinya.

Masalahnya, bila prakiraannya kurang akurat, masyarakat bisa dirugikan. Contohnya masyarakat yang batal melakukan sesuatu karena terpengaruh dengan prakiraan cuaca yang menyatakan bakal turun hujan, padahal ternyata cuaca cerah sepanjang hari.

Namun demikian, untuk prakiraan cuaca jangka panjang, sebetulnya prediksi BMKG lumayan akurat. Contohnya pada waktu ibu kota dilanda bajir di awal tahun baru 2020, muncul berita bahwa itu belum puncak musim hujan, masih akan ada curah hujan yang lebih tinggi pada Februari dan Maret ini. Ternyata betul, setelah banjir di tahun baru, masih terjadi beberapa kali banjir lagi di ibu kota.

Namun untuk prakiraan yang bersifat harian, mungkin perlu dipertajam lagi oleh BMKG, atau bisa juga reporter televisinya yang perlu lebih jeli dalam membaca prakiraan cuaca agar tidak keliru saat menyampaikannya ke pemirsa televisi.

Apakah karena prakiraan cuaca yang kurang akurat itu tadi yang membuat masyarakat tidak begitu mempedulikannya atau karena sudah yakin tidak banyak yang peduli, lalu metode penyusunan prakiraan cuaca dibuat seadanya saja?

Jadi, di samping keakuratan prakiraan cuaca, masalah lainnya yang perlu disorot adalah bagaimana meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap prakiraan cuaca itu. 

Di negara empat musim, sudah menjadi kebiasaan bagi masyarakatnya, saat pagi hari mengecek dulu prakiraan cuaca untuk hari itu.  Tayangan televisi mengenai hal ini disimak baik-baik oleh pemirsanya. Demikian pula halaman di media cetak yang memuat prakiraan cuaca, akan diperhatikan.

Kebiasaan itu terbentuk antara lain berkaitan dengan jenis pakaian yang akan dipakai untuk keluar rumah atau peralatan apa yang perlu dibawa. Masyarakat kita, mungkin karena hanya mengenal dua musim, cenderung santai saja. Mau hujan atau panas, lihat saja nanti.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun