Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tentang Orang Miskin yang Besanan Sesama Orang Miskin

23 Februari 2020   05:41 Diperbarui: 23 Februari 2020   06:39 811
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pak Etek (adik dari ayah) saya, yang datang dari keluarga biasa-biasa saja (bukan keluarga miskin, tapi punya penghasilan yang hanya cukup untuk menutupi kebutuhan sehari-hari), berjodoh dengan gadis dari keluarga kaya dan terpandang di Payakumbuh, Sumbar.

Hanya di tahun pertama perkawinan saja, kedua keluarga yang berbesanan ini saling berkunjung di hari lebaran. Setelah itu, meskipun kedua keluarga tinggal di kota yang sama, tidak lagi membaur. 

Bahkan pak etek saya itu tidak bisa dekat dengan saudara-saudara iparnya. Di sore hari sepulang dari kantor, ia lebih banyak main di rumah orang tuanya, baru malam pulang ke rumah pribadi yang dibangun oleh istrinya.

Tapi harus diakui, pak etek saya itu berhasil meningkatkan status sosialnya. Ia sudah jadi orang kaya. Betapa tidak, ketika tak banyak orang yang punya rumah bagus dan mobil pada tahun 1970-an, pak etek telah memilikinya.

Namun sayangnya seperti yang disinggung di atas, tak terjalin hubungan silaturahmi antar dua keluarga yang berbesanan. Makanya, dari kacamata umum, kondisi rumah tangga yang normal adalah apabila orang kaya berjodoh dengan orang kaya, demikian pula dengan sesama orang kurang berada.

Perlu dicatat, meskipun sesama orang yang kurang berada berbesanan, tidak otomatis pasti mewariskan kemiskinan pada anak-anaknya. Ayah dan ibu saya sendiri, masing-masing berasal dari keluarga yang sama-sama kurang berada.

Namun berkat kegigihan kedua orang tua kami memperhatikan pendidikan anak-anaknya, alhamdulillah, saya bersaudara rata-rata punya kondisi ekonomi yang lebih baik. Maksudnya lebih baik dari yang dialami kedua orang tua kami dulu, walaupun masih belum pas untuk disebut orang kaya.

Jadi, untuk memutuskan lingkaran kemiskinan, cara yang paling tepat adalah melalui pendidikan. Program wajib belajar 12 tahun harus disukseskan. Beasiswa sampai level pendidikan tinggi bagi mereka yang kurang mampu, harus diperbanyak.

Maka bagi pasangan yang sama-sama kurang mampu secara ekonomi seperti mereka yang ikut program nikah massal yang sering digelar pemerintah di berbagai daerah, jangan cepat putus asa. 

Anak-anaknya harus mendapatkan kesempatan untuk bersekolah. Jangan kecil-kecil sudah dipekerjakan sehingga terkesan mengeksploitasi anak.

Kembali ke soal jodoh, kalau memang Tuhan menghendaki, keluarga kaya bisa saja berbesanan dengan keluarga miskin. Tapi mengingat tak banyak kejadian seperti itu, jangan sampai tidak menikah, kalau tidak dapat orang kaya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun