Komentar Terawan yang cukup menohok masyarakat itu disiarkan beberapa stasiun televisi yang meliput langsung acara pelepasan WNI di Natuna dan kedatangannya di Bandara Halim.
Masalahnya, menurut Terawan, orang yang sehat tidak perlu memakai masker untuk mencegah masuknya virus ke tubuh. Justru yang harus memakai masker adalah mereka yang sakit agar tidak menularkan ke lingkungan sekitar.
Tapi memakai analogi dengan dunia kampus, di mana bila dari 100 orang mahasiswa, 80 orang tidak lulus, maka yang bodoh bukan mahasiswanya, melainkan dosennya yang tidak mampu mengajar dengan baik.
Bila orang sehat sebaiknya tidak perlu menggunakan masker, bagaimana menjelaskannya pada masyarakat perkotaan yang telah rutin menggunakannya jauh sebelum munculnya isu corona.Â
Apakah tindakan yang seperti itu juga merupakan kemubaziran? Bukankah udara kota Jakarta, apalagi saat jalan dipenuhi kendaraan dan banyak proyek galian, membuat debu menyelimuti area tertentu?
Jadi tampaknya memang ada yang kurang menyambung dalam komunikasi antara pihak pemerintah dengan masyarakat. Maka jangan salahkan masyarakat kalau mempunyai logika sendiri.
Menkes cenderung menyerahkan harga masker kepada pasar. Hukum pasar sudah jelas, bila permintaan meningkat sedangkan penawaran terbatas, harga pasti naik.
Mengingat yang terjadi sekarang merupakan pengecualian, dalam arti jarang terjadi, sebaiknya pemerintah bisa turun tangan agar harga kembali normal. Kalau pun naik, tidak sampai berlipat-lipat seperti yang terlanjur terjadi.
Mungkin aparat kepolisian bisa melakukan inspeksi, mencari ke gudang-gudang penyimpanan barang, untuk memastikan apakah memang ada penimbunan barang? Jika ada, pelakunya harus diproses secara hukum.
Pemerintah bisa pula menunjuk BUMN tertentu yang bergerak di bidang penjualan alat kesehatan, untuk melakukan pembelian dalam jumlah besar. Bila persediaan barang di pasar mencukupi, diharapkan harga akan turun.