Dalam kesempatan itu, bupati juga mengajak WNI yang dilepas itu untuk kembali ke Natuna pada kesempatan lain, agar bisa menikmati Natuna yang sebenarnya.Â
Selama 14 hari hanya berada di lokasi observasi, tentu mereka belum berkesempatan menikmati keindahan alam Natuna. Padahal, seperti yang ditulis di sini, potensi pariwisata Kepulauan Natuna sungguh besar, terutama bila didukung oleh promosi yang gencar dan kemudahan transportasi.
Walaupun diharapkan tidak ada WNI yang perlu dikarantina lagi, tapi bila kondisinya menghendaki seperti itu, sekarang masyarakat Natuna siap untuk menyambutnya.Â
Dengan menjadi lokasi karantina, pemda setempat juga berharap fasilitas kesehatan di Natuna dilengkapi dan ditingkatkan kualitasnya yang juga bisa dimanfaatkan oleh masyarakat.
Semakin sering Natuna masuk radar media massa nasional dan internasional, secara tidak langsung akan menjadi sarana promosi bagi kemajuan pariwisata di ujung utara Indonesia itu, yang secara geografis lebih dekat ke Malaysia ketimbang ke Tanjung Pinang, ibu kota Provinsi Kepulauan Riau.
Namun yang diharapkan adalah munculnya kreativitas dari pemerintah atau dunia usaha yang memungkinkan dijadikannya Natuna sebagai tempat penyelenggaran event tertentu yang berskala nasional atau regional ASEAN.
Dengan demikian Natuna tidak hanya diingat saat terjadi "perang" saja, baik melawan nelayan asing maupun melawan wabah virus, tapi juga dalam event seni, budaya, atau olahraga.
Bila sudah banyak tamu yang terpikat dengan keindahan Natuna, nantinya mereka akan datang lagi bersama keluarga atau sahabatnya, sehingga tanpa dibantu event tertentu pun, Â kepopuleran Natuna otomatis akan meningkat seperti halnya kesuksesan destinasi wisata baru di Pulau Belitung, Labuan Bajo, Pulau Sumba, Kepulauan Raja Ampat, dan sebagainya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H