Kantor Akuntan Publik (KAP) barangkali belum begitu dikenal oleh masyarakat banyak. Tapi bagi mereka yang memiliki perusahaan atau yang bekerja di perusahaan, terutama perusahaan skala menengah ke atas, harusnya memahami fungsi KAP.
Semua perusahaan diwajibkan mempunyai pembukuan yang tertib dengan menggunakan metode akuntansi yang berlaku, yang di Indonesia disebut dengan Standar Akuntansi Keuangan (SAK).
Proses akuntansi akan menghasilkan laporan keuangan dari sebuah perusahaan, yang paling tidak terdiri dari "Neraca" yang merupakan daftar aset, utang dan modal perusahaan dan "Laporan Laba Rugi" yang berisikan daftar pendapatan dan biaya.
Bila pendapatan lebih besar dari biaya, tentu akan muncul laba. Sebaliknya bila biaya lebih besar dari pendapatan, artinya perusahaan selama periode yang dilaporkan mengalami kerugian.
Nah, apakah laporan keuangan perusahaan telah sesuai dengan SAK yang berlaku dan telah menggambarkan kondisi perusahaan yang sesungguhnya, akan diaudit oleh pihak independen, yakni KAP itu tadi.
Maka laporan keuangan yang mendapatkan opini "wajar tanpa pengecualian" dari KAP yang mengauditnya, kredibilitas laporannya tergolong tinggi.
Di Indonesia ada banyak sekali KAP, meskipun sebagian besar terkonsentrasi di Jabodetabek, Surabaya, dan kota-kota besar lainnya. Hal ini mencerminkan bahwa perusahaan besar di negara kita, hampir semuanya berkantor pusat di Jakarta atau beberapa kota besar lainnya.
Anggaplah ada sebuah perusahaan yang punya cabang di semua kota di seluruh tanah air. Laporan keuangan perusahaan tersebut tentu merupakan gabungan dari semua cabang yang laporan finalnya disusun oleh kantor pusat.
Maka kantor pusat pula yang menunjuk KAP mana yang akan diminta melakukan audit, termasuk memeriksa beberapa cabangnya sebagai sampel.
Perusahaan skala nasional biasanya akan mencari KAP papan atas dan bersedia membayar fee di atas Rp 10 miliar. Sedangkan perusahaan kecil tidak memilih-milih KAP, yang penting mau dibayar murah di bawah Rp 100 juta.
Fee di atas berlaku untuk satu periode audit. Biasanya secara efektif hanya membutuhkan waktu sekitar 2 hingga 3 bulan saja untuk menuntaskan pelaksanaan audit. Contohnya, untuk tahun buku 2019, KAP sudah bekerja di perusahaan yang diauditnya sejak bulan Desember 2019 hingga Januari atau Februari 2020.
Makanya banyak perusahaan yang menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) pada sekitar akhir Februari hingga akhir Maret, bersamaan dengan selesainya laporan keuangan perusahaan yang telah diaudit KAP.
Pada RUPST tersebutlah, jumlah laba yang diperoleh selama satu tahun sebelumnya disahkan dan ditetapkan berapa jumlah laba yang dibagi sebagai dividen kepada pemegang saham, dan berapa yang dimasukkan sebagai penambah modal perusahaan.
Menarik mengamati bahwa bagi perusahaan papan atas, khususnya yang telah berstatus "Tbk", yang maksudnya telah terbuka dalam arti telah menjual sahamnya di Bursa Efek Indonesia (BEI), kebanyakan ingin diaudit oleh KAP yang punya reputasi internasional.
Nah, dari 760 KAP yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan memperoleh izin untuk beroperasi di Indonesia, hanya ada 4 KAP yang sangat dominan. Ke 4 KAP tersebut merupakan afiliasi dari KAP yang juga menguasai pasar jasa akuntan publik secara internasional.Â
4 KAP yang lazim disebut big four tersebut adalah KAP yang berafiliasi dengan Ernst & Young (EY), PricewaterhouseCoopers (PwC), Deloitte, dan KPMG. Sebetulnya yang bekerja di Indonesia adalah partner lokal, tapi di bawah supervisi kantor pusat ke 4 KAP di atas di Amerika Serikat atau di Inggris.
Dapat dibayangkan bahwa dari sekitar 600-an perusahaan yang melantai di BEI, hampir semua berebut untuk mendapatkan jasa dari 4 KAP di atas. Adapun KAP yang berada di peringkat 5 dan seterusnya, jumlah klien dan nilai kontraknya jauh di bawah KAP big four.
Pertanyaannya, kenapa 4 KAP di atas begitu dominan? Alasan yang paling utama sebetulnya terletak pada "nama besar"-nya secara internasional itu tadi. Seolah-olah bila diaudit oleh salah satu dari 4 KAP tersebut, kualitas laporan keuangan tidak perlu diragukan lagi.
Padahal kalau ditelusuri, beberapa partner lokal dari KAP-KAP tersebut pernah menerima sanksi dari OJK terkait dengan hasil auditnya yang kemudian terbukti mengandung kekeliruan.
Namun tetap saja, KAP big four mendominasi bisnis jasa akuntan publik. Inilah yang memunculkan dugaan telah terjadi praktik kartel atau persaingan tidak sehat. Â
Memang ada ketentuan OJK bahwa suatu KAP hanya boleh mengaudit sebuah perusahaan paling lama untuk 3 tahun secara berturut-turut. Tapi 4 KAP tersebut seolah-olah kompak untuk saling bergantian mengaudit setelah 3 tahun, sehingga terkesan seperti saling tukar menukar klien.
Padahal untuk memenuhi prinsip good corporate governance (GCG), perusahaan kelas atas yang sedang mencari KAP biasanya melakukan proses tender dengan mengundang 10 KAP terbesar di Indonesia.
Masalahnya jika ada KAP di luar big four yang tertarik mengajukan penawaran, hampir semua kalah bersaing dengan yang big four, baik karena harga yang diminta terlalu mahal, maupun karena jumlah dan kualifikasi auditornya kalah bersaing.
Alangkah baiknya bila pihak yang berwenang melakukan pengamatan yang mendalam untuk membedah peta persaingan antar KAP di negara kita. Apakah semuanya telah berlangsung secara wajar atau ada kerja sama dalam mengkapling-kapling klien, termasuk dalam mematok harga.Â
Kesepakatan antar produsen dalam mengendalikan persaingan tersebut lazim disebut dengan kartel. Bila hal ini terjadi dalam bisnis jasa KAP, OJK atau instansi lain yang berwenang perlu melakukan tindakan secara tegas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H