Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Komplek Perumahan Sederhana, Bangun Jalan atau Rumah yang Duluan?

14 Mei 2020   10:34 Diperbarui: 14 Mei 2020   10:32 652
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kebetulan saya baru saja membaca sebuah berita di kompas.id (11/5/2020) tentang terimpitnya sektor properti karena dampak pandemi Covid-19. Pukulan terhadap sektor properti tidak hanya dari pasokan yang melambat, tapi juga penyerapan pasar yang berkurang.

Banyak dari pasangan muda yang sudah mempunyai rencana untuk mencari rumah dengan berburu informasi seputar proyek perumahan yang sedang dibangun atau yang telah siap untuk dijual, membatalkan rencananya. 

Demikian pula mereka yang berniat mengajukan permohonan kredit kepemilikan rumah yang ditawarkan sejumlah bank, terpaksa mengurungkan niatnya karena ingin melihat apa yang akan terjadi dengan pandemi Covid-19 ini.

Jadi, sebagian besar calon konsumen perumahan menerapkan taktik wait and see, tak ingin terikat dengan persetujuan pembelian rumah, apalagi dengan memanfaatkan fasilitas kredit bank, di tengah kekhawatiran apakah penghasilan mereka akan mengalami penurunan atau tidak.

Demikian pula yang dilakukan perusahaan pengembang (developer) berbagai proyek properti. Banyak yang memilih strategi wait and see pula, dan bahkan membiarkan proyek yang tengah dikerjakan menjadi terbengkalai.

Saya teringat dengan draft tulisan saya yang berkaitan dengan bisnis properti. Tulisan itu sudah lama saya simpan, menunggu momen yang tepat untuk penayangannya. 

Tapi bencana pandemi Covid-19 yang memaksa beberapa daerah menerapkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), membuat terjadinya kelesuan pada bisnis properti, seperti juga kelesuan pada bisnis lain secara umum. Akibatnya, tulisan dengan topik properti mungkin kurang relevan.

Dari pada terlalu lama saya simpan, maka akhirnya saya tayangkan saja. Ceritanya begini, kebetulan sebelum Covid-19 masuk ke negara kita, tepatnya akhir Januari 2020 lalu, saya berkunjung ke Pekanbaru, untuk keperluan keluarga.

Ada dua orang saudara saya, yang masing-masingnya sudah punya rumah kediaman di Pekanbaru, mengajak saya jalan-jalan ke pinggir kota, di daerah batas kota arah ke barat.  Seorang saudara saya membeli satu kapling tanah kosong, sedangkan saudara saya yang satu lagi membeli sebuah rumah kecil yang masih dalam tahap pembangunan.

Dua lokasi yang saya kunjungi itu, sama saja kondisinya, dalam arti lokasinya agak jauh dari jalan utama, sekitar 1,5 km dan 2 km. Kebetulan saya juga melewati beberapa komplek perumahan berukuran kecil lainnya, yang juga sama masalahnya, kondisi jalan untuk bisa mencapai komplek relatif parah.

Ironisnya, meskipun rumah-rumah yang dibangun kelihatan sudah hampir rampung, sayangnya akses ke sana masih dibiarkan belepotan. Jalan menuju ke sana masih belum diaspal. Kontur tanahnya bergelombang dan banyak lobang. Lebar jalan juga sangat pas-pasan, bila ada dua kendaraan roda empat berpapasan, salah satu harus mengalah dengan menepi ke semak-semak di pinggir jalan.

Saya curiga, jangan-jangan cara seperti itu merupakan bagian dari strategi bisnis dari perusahaan yang membangunnya. Karena yang dibangun adalah rumah tipe kecil dengan harga jual yang relatif murah karena persaingan dengan pengembang lain yang tergolong ketat, akhirnya yang dikorbankan adalah kualitas jalan yang sebetulnya hal yang vital.

Akhirnya yang membeli rumah di sana kebanyakan hanya mempertimbangkan faktor harga murah semata. Begitu mereka sudah mendiami selama beberapa tahun, biasanya seiring dengan peningkatan penghasilan, mereka akan menjual rumah itu untuk mencari rumah yang lebih baik.

Atau yang motifnya membeli rumah di sana, seperti yang dialami saudara saya, bukan untuk ditempati, melainkan untuk "menaruh duit" alias untuk investasi. Siapa tahu nanti bisa dikontrakkan, atau bisa dijual dengan harga yang jauh lebih tinggi di atas harga beli semula.

Sebetulnya ketentuan pemerintah yang harus dipatuhi semua perusahaan pengembang telah cukup jelas. Setiap proyek perumahan diwajibkan membangun fasilitas umum (fasum) dan fasilitas sosial (fasos) untuk bisa dimanfaatkan oleh para penghuninya. 

Sayangnya karena pengawasan yang kurang dari instansi terkait, atau mungkin karena ada oknum yang bisa diajak main mata, akhirnya hak konsumen yang dikorbankan. Parahnya konsumen jarang yang kritis, karena merasa diuntungkan dengan harga rumah yang terjangkau.

Ceritanya jadi berbeda bila dibandingkan dengan komplek perumahan elit. Bagi proyek properti kelas menengah ke atas, perusahaan pengembang yang membangun biasanya sudah punya modal besar, sehingga fasos dan fasumnya merupakan selling point yang mampu mendongkrak harga rumah.

Itulah yang biasa ditemui di berbagai proyek baru di Jakarta dan sekitarnya, di mana yang dibangun terlebih dahulu adalah jalan yang lebar dan mulus, dihiasi aneka bunga dan pohon yang menambah keindahan.

Baru kemudian mulai dibangun rumah-rumah yang mau dijual. Banyak pula yang menjual kapling tanah saja, sehingga si pembeli bebas membangun dengan rancangan model rumah yang diinginkannya.

Dengan kemudahan akses dan lingkungan yang berkualitas, tak sedikit orang yang tadinya kebetulan lewat saja di sana, akhirnya malah tertarik untuk membeli rumah. Ya, tentu yang mampu membeli rumah di sana adalah kalangan kelas menengah ke atas juga.

Namun strategi mendahulukan pembangunan jalan ke suatu proyek perumahan, sebetulnya bisa dicontoh pula oleh komplek perumahan sederhana. Mungkin anggarannya tidak cukup bila harus membangun taman dengan aneka pepohonan. Jalan pun tidak perlu lebar, yang penting sudah diaspal dengan kualitas sedang, itu sudah memadai.

Bila ada pengembang perumahan sederhana yang mendahulukan pembangunan jalan yang bagus, walaupun berdampak pada sedikit kenaikan harga jual rumah, bisa jadi akan menjadi daya tarik tersendiri bagi calon pembeli.

Masalah buruknya kualitas jalan dan lingkungan di komplek perumahan sederhana, saya kira tidak hanya terjadi di Pekanbaru saja. Ini hal yang lazim ditemui di banyak kota di negara kita.

Keberanian perusahaan pengembang yang mampu mengucurkan dana lebih banyak untuk membangun fasum dan fasos di komplek perumahan sederhana, diyakini akan mampu mengembalikan modal lebih cepat dari peningkatan penjualan rumah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun