Kasus pembobolan rekening nasabah bank relatif semakin sering terjadi dalam beberapa tahun terakhir ini. Hal ini terutama didukung oleh sistem transaksi perbankan yang semakin mudah karena dilakukan secara online real time.
Terakhir kasus yang mencuat di media massa adalah yang menimpa wartawan senior Ilham Bintang, di mana data pribadinya yang tersimpan dalam sistem perbankan yang dikelola Otoritas Jasa Keuangan (OJK), telah disalahgunakan pihak lain.
Akibatnya Ilham Bintang menderita kerugian yang relatif besar. Rekeningnya kebobolan, masing-masingnya Rp 200 juta di Bank Commonwealth dan Rp 83 juta di Bank BNI (cnbcindonesia.com, 6/2/2020).Â
Untuk pembobolan di BNI, uangnya sudah dikembalikan oleh manajemen BNI, sehingga kerugiannya berpindah jadi kerugian bank plat merah itu.
Awalnya pemberitaan kasus tersebut banyak mengupas tentang penggandaan nomor telepon genggam yang digunakan Ilham. Modusnya dengan permintaan penggantian kartu oleh orang lain yang mengaku sebagai Ilham Bintang dengan bukti identitas yang palsu. Hal ini yang diduga menjadi penyebab utama kasus dimaksud.Â
Tapi akhirnya pihak kepolisian berhasil mengungkapkan bahwa penggandaan kartu itu dilakukan setelah kebocoran data Ilham yang ada di Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK). Sistem ini mewajibkan semua bank melaporkan data nasabahnya ke OJK.
SLIK tersebut adalah pengembangan dari sistem yang dulu disebut dengan Sistem Informasi Debitur (SID). Setiap bank, melalui petugas yang diberi kewenangan, berhak masuk ke sistem itu dalam rangka meneliti apakah seorang calon peminjam (debitur) sudah punya pinjaman di bank lain atau tidak.
Jika seorang calon debitur sudah tercatat menunggak pengembalian pinjaman di bank lain, maka permohonan kreditnya tidak akan disetujui. Jadi memang petugas tertentu di setiap bank punya akses untuk mendapatkan data pribadi nasabah.
Namun ternyata seperti pada kasus yang menimpa Ilham Bintang, ada oknum sebuah bank kecil yang menjual data pribadi nasabah. Menurut cnbcindonesia.com di atas, data yang antara lain terdiri dari nama nasabah, nomor telepon dan alamat lengkap sesuai KTP, dijual Rp 100.000 per nasabah.
Pembeli data nasabah bisa memanfaatkannya untuk tujuan kejahatan. Itulah yang berujung dengan penggandaan nomor telepon nasabah. Saat ini telepon pintar telah menjadi "nyawa" seseorang, terutama yang menggunakan aplikasi internet banking atau mobile banking.
Memang sangat disesalkan kenapa pihak penyedia jasa pelayanan telepon begitu mudah menerima permintaan penggantian kartu, tanpa menguji keaslian identitas pelanggan.