Sekarang ini di negara kita sudah lumayan banyak bank syariah yang beroperasi dan tersebar di berbagai penjuru tanah air. Masyarakat jadi punya banyak pilihan, selain menjadi nasabah bank konvensional.
Di antara sekian banyak bank syariah yang ada, tentu tidak bisa dilupakan peran besar Bank Muamalat (selanjutnya ditulis BM) karena menjadi bank syariah pertama di Indonesia, yang lahir pada tahun 1991.
Namun, menjadi pelopor bukan jadi jaminan BM akan tumbuh menjadi bank yang sehat. Justru bank syariah yang muncul belakangan, terutama yang menjadi anak perusahaan bank BUMN, terbukti lebih maju saat ini. Itu yang diperlihatkan oleh Bank Syariah Mandiri, BRI Syariah dan BNI Syariah.
BM bahkan telah beberapa kali harus menghadapi kondisi yang gawat, karena didera oleh besarnya jumlah tunggakan pengembalian kredit atau kalau di bank syariah istilahnya disebut dengan pembiayaan.
Hal itu pada gilirannya akan menggerogoti modal bank. Agar bank tetap bisa melayani nasabah dengan baik, perlu suntikan modal baru sebagai tindakan penyelamatan.
Sudah sejak sekitar setahun yang lalu proses permohonan masuknya Ilham Habibie, putra mantan Presiden BJ Habibie, untuk menjadi pemegang saham pengendali BM, masih terkendala oleh persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Namun belum lama ini OJK telah memberikan lampu hijau. Seperti dilansir dari cnnindonesia.com (5/2/2020), OJK telah memberikan restu kepada konsorsium Al-Falah Investment Pte Ltd untuk menjadi investor BM.
Al-Falah sendiri meskipun berbadan hukum Singapura, adalah konsorsium yang dibentuk oleh Ilham Habibie untuk menyelamatkan BM. Dengan adanya lampu hijau dari OJK, sekarang tinggal membereskan administrasi saja dan setelah itu Al-Falah sah menjadi pemegang saham mayoritas BM.
Kenapa Ilham tertarik menyelamatkan BM? Padahal diyakini tidak gampang menyelamatkan bank dengan penyakit yang sudah lama tidak kunjung sembuh itu.
Boleh jadi karena ada "panggilan jiwa" yang dirasakan Ilham. Seperti diketahui, kelahiran BM tak bisa dilepaskan dari gagasan Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) yang saat itu dipimpin BJ Habibie.
Mudah-mudahan Ilham sudah berhitung secara cermat dan sudah punya strategi jitu untuk memperbaiki kondisi BM. Ingat, BM sudah pernah mengalami hal yang sama, lalu diselamatkan oleh investor dari Timur Tengah. Tapi ternyata masih belum berhasil mendongkrak kinerja BM.
Menyuntikkan modal adalah hal yang penting. Namun itu saja belum cukup bila tidak diiringi dengan perbaikan tata kelola perusahaan, khususnya dalam memberikan pembiayaan kepada nasabah.
Dimulai dari hal yang paling mendasar seperti menetapkan segmen yang dibidik, perlu kehati-hatian. Menjadikan nasabah korporasi (perusahaan besar) sebagai target pembiayaan, boleh saja, asal terdiversifikasi dengan pembiayaan skala mikro, kecil dan menengah.
Penyakit BM sudah diketahui karena terlalu banyak menyalurkan pembiayaan untuk segmen korporasi, seperti perusahaan produsen minyak sawit mentah dan juga perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan (cnbcindonesia.com, 15/11/2019).
Menjadikan perusahaan besar sebagai nasabah memang akan menguntungkan bila semua berjalan sesuai rencana. Tapi begitu nasabah menunggak pengembalian pembiayaan, akan langsung memukul bank mengingat jumlah yang dipertaruhkan demikian besar.
Lagi pula korporasi sektor pertambangan atau perkebunan sangat rentan dengan perubahan harga yang fluktuatif di pasar internasional. Selain itu, juga rentan dengan isu yang berkaitan dengan lingkungan hidup.
Berbeda dengan bank yang membiayai perusahaan skala mikro, kecil, dan menengah, tingkat kerentanannya tidak begitu tinggi. Bahkan dengan anggapan ada 5 persen yang menunggak, tidak bakal membuat bank sempoyongan, karena jumlah yang dipertaruhkan bank untuk setiap perusahaan relatif kecil.
Selain aspek pembiayaan, hal yang tidak kalah penting adalah aspek pendanaan, dalam arti bagaimana caranya agar masyarakat tertarik menyimpan dananya, menjadi tantangan bagi manajemen BM.
Sekiranya pelayanan BM semakin baik, dan didukung dengan tersedianya berbagai fitur yang bersifat digital, yang dipromosikan secara gencar, tentu tidak sulit menjaring nasabah penabung.
Memang, bila bank kurang berhasil menghimpun dana simpanan masyarakat, masih bisa mencari dana melalui pinjaman dari bank lain. Dengan demikian, bank tetap punya dana untuk disalurkan sebagai pembiayaan bagi nasabah peminjam.
Masalahnya, ongkos yang dikeluarkan bank akan lebih mahal bila terpaksa meminjam ke bank lain, ketimbang menghimpun simpanan dari masyarakat.
Masih banyak catatan lain yang perlu dicermati agar penyelamatan BM bisa berhasil sesuai harapan. Masalah kualitas sumber daya manusia misalnya, merupakan hal yang mutlak. Namun dalam tulisan pendek ini ada keterbatasan untuk mengelaborasinya.
Ilham Habibie tentunya sudah mempertimbangkan semua hal dengan cermat. Kita ucapkan selamat datang di pentas perbankan syariah nasional bagi Ilham dan ikut berdoa untuk kesuksesannya.
.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H