Seperti dilansir dari liputan6.com, Ade berminat melatih Arya karena ingin mengubah nasib orang lain yang mengalami masalah obesitas. Dalam melatih Arya, Ade tidak pernah memaksa. Kalau Arya capek, disuruh berhenti dulu.
Melalui akun media sosialnya, Ade bahkan menulis bahwa bukan dirinya yang berhasil menurunkan berat badan Arya, tapi karena perilaku Arya sendiri dan juga perubahan pola pikir kedua orang tuanya yang menjadi lebih peduli dengan kesehatan.
Sedangkan Ade sendiri menyebut tugasnya sebagai cheerleader atau pemandu sorak bagi aktivitas fisik yang dilakukan Arya. Tapi tentu saja Ade mengungkapkan hal itu sebagai gaya low profile saja. Kalau tidak ada pemandu yang berpengalaman dan memakai metode yang menyenangkan, belum tentu seberhasil ini.
Apalagi Ade tidak hanya melatih olah fisik saja, tapi juga mengatur pola makan, pola istirahat, dan yang terpenting memberikan pemahaman yang benar pada orang tua Ade.
Saya ingin mengangkat "kolaborasi dengan senang hati" sebagai hal penting. Bagi Arya dan keluarganya sangat jelas keuntungannya, jadi tak perlu dielaborasi lagi.
Namun, kalau Ade juga senang hati, kira-kira apa keuntungannya? Bukankah ia rugi waktu, dan sejumlah peluang mungkin jadi hilang. Coba kalau ia menjadi pelatih di pusat kebugaran yang pesertanya orang-orang yang mampu membayar mahal, bukankah Ade makin bertambah pundi-pundinya?
Nah, terlepas dari kepuasan psikologis karena membantu orang lain, dan juga terlepas dari mendapat pahala bila dilihat dari kacamata agama, toh secara ekonomis pun sebetulnya ada manfaat yang dipetik Ade.
Dengan bukti nyata keberhasilan Ade menangani Arya, tak pelak lagi, ini promosi yang sangat efektif, sehingga publik semakin yakin akan keahlian yang dimilikinya.
Makanya, jangan mengira berbagai perusahaan yang sering melakukan aksi sosial, hanya semata-mata urusan sosial. Ada aspek promosi dan citra baik perusahaan yang ikut terdongkrak.
Tapi sebaiknya memang dari awal diniatkan sebagai aksi sosial, dan soal dampak positif bagi perusahaan dilihat sebagai efek samping saja.Â
Kalau ada orang yang tidak mau melakukan aksi sosial bila tidak ada sorotan kamera dari para jurnalis, maka niatnya "berkolaborasi dengan senang hati" tidak dilakukan secara ikhlas.Â