Harus diingat, sekarang perbedaan antara LJK bank dan non-bank semakin kabur. Bank ikut menjual produk asuransi, dan perusahaan asuransi menjual produk investasi yang biasanya ada di bank. Istilahnya product bundling.
Berikutnya masih ada pekerjaan rumah lagi bagi OJK, bagaimana mengikuti dinamika bisnis yang menggunakan teknologi canggih yang sangat cepat berkembang.
Seperti diketahui, terhadap keberadaan perusahaan rintisan di bidang teknologi finansial (tekfin), OJK terkesan gagap, karena seolah-olah membiarkan jatuhnya banyak korban yang merasa diintimidasi oleh beberapa perusahaan tekfin.
Tentu para korban ini adalah para peminjam uang secara online yang tidak paham betapa beratnya beban bunga berbunga yang melilit mereka bila terlambat mencicil pengembalian pinjaman.
Kemudian cara penagihannya mempermalukan konsumen karena data tunggakan itu disebar ke banyak nomor kontak yang ada di hape si peminjam. Selain itu ada pula penagihan beraroma kekerasan.
Tak heran kalau tahun lalu OJK pernah didemo oleh para para korban tekfin yang meminta OJK dibubarkan saja karena tak mampu melindungi mereka.
Jadi sebelum anggota DPR bersuara keras menuntut pembubaran OJK, korban tekfin telah lebih dahulu melakukan hal yang sama.
Namun demikian tentu harus diakui ada juga tekfin yang telah mendapat izin dari OJK dan mampu beroperasi secara baik. Yang seperti ini malah membantu para nasabahnya.Â
Maka kemampuan auditor OJK perlu pula dilengkapi dengan penguasaan teknologi informasi yang tinggi, termasuk bisa membedah apa yang ada dalam sistem sebuah aplikasi.
Kesimpulannya, harus diakui bahwa tugas OJK semakin berat. Jadi OJK tak perlu terlalu membela diri atau mencari alasan tentang kenapa terjadi kasus besar di beberapa perusahaan asuransi. Toh masyarakat tahu ada sejumlah kendala yang harus dihadapi OJK.
Tapi dengan semangat tinggi dari seluruh jajaran di OJK untuk memperbaiki diri, diyakini akan mampu mencegah terulangnya kasus besar yang menimpa LJK, dan sekaligus perlindungan konsumen dapat terjaga.