Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Benny Tjokro di Mata Dahlan Iskan, Betulkah Modalnya Selembar Kertas?

18 Januari 2020   00:07 Diperbarui: 18 Januari 2020   05:53 1318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Benny Tjokro adalah salah seorang tersangka dalam kasus yang menimpa perusahaan asuransi milik negara, Jiwasraya. Rupanya sosok Benny Tjokro sudah lama dikenal oleh mantan Menteri BUMN, Dahlan Iskan.

Dahlan menulis tentang sepak terjang Bentjok (demikian Dahlan menyingkat nama Benny Tjokro) di situs pribadinya disway.id, dan menyebar karena dikutip secara utuh oleh beberapa media daring.

Keterlibatan Bentjok dalam kasus Jiwasraya karena surat utang berupa Medium Term Notes (MTN) yang diterbitkannya diserap oleh Jiwasraya. Artinya Jiwasraya meminjamkan uangnya pada Bentjok yang menawarkan bunga relatif tinggi.

Dahlan mengakui kepintaran Bentjok, karena segala tindakannya terukur, dilengkapi dengan dokumen yang dipersyaratkan sesuai ketentuan hukum yang berlaku.

Makanya Dahlan awalnya mengira Bentjok akan lolos lagi. Ternyata Jaksa Agung kali ini hebat, sudah menetapkan Bentjok sebagai tersangka. Sepandai-pandai tupai melompat, akhirnya jatuh juga.

Tentang bagaimana mekanisme penerbitan surat utang, ditulis Dahlan secara gamblang. Tapi tampaknya Dahlan terlalu menggampangkan masalah dengan menulis bahwa modal menerbitkan MTN hanya satu: selembar kertas.

Sehingga menurut Dahlan siapa saja bisa menerbitkan MTN. Dengan modal selembar kertas itu tadi, yang ada nama dan logo perusahaan di bagian atasnya, distempel dan ditandatangani. 

Cantumkan tulisan "dengan ini kami berutang Rp....., yang akan dibayar pada tanggal....., dengan bunga .....persen setahun". Semakin tinggi bunga yang ditawarkan akan semakin laku surat utang tersebut.

Tapi apakah memang sedemikian gampangnya? Hakikatnya memang seperti itu, khususnya bila yang menjual surat utang dan yang membeli sudah saling mengenal, saling percaya, dan tidak melalui perantara pasar modal.

Terlepas dari kasus Bentjok, sejatinya proses penerbitan MTN sesuai regulasi yang berlaku dari Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam, sekarang melebur ke dalam Otoritas Jasa Keuangan) cukup panjang prosesnya.

Soalnya ada banyak pihak yang terkait, sebelum sebuah perusahaan menerbitkan MTN. Ada akuntan publik, wali amanat, penasehat hukum, notaris, penjamin emisi, dan sebagainya.

Segala macam informasi tentang prospek perusahaan yang menerbitkan MTN, termasuk risiko yang berpotensi timbul bagi pembeli MTN, tercantum dalam buku prospektus penjualan MTN.

Lagi pula bagi MTN yang dijual melalui Bursa Efek Indonesia (BEI), ada syarat tertentu bagi perusahaan yang akan menerbitkan MTN, antara lain mempunyai modal minimal dalam jumlah tertentu, sudah beroperasi sekurang-kurangnya selama 3 tahun, dan telah menghasilkan laba pada tahun terakhir.

Tentang persyaratan di atas, pasti Dahlan sudah tahu. Namun kalau Dahlan mengabaikan dengan menulis cukup hanya bermodalkan selembar kertas untuk menerbitkan MTN, diduga semacam sindiran bahwa aturan di atas kertas itu dalam praktiknya, bisa "diakali".

Bagus juga Dahlan bisa mengemukakan pendapatnya dengan lugas seperti yang ditulis di situs pribadinya itu. Memang terkesan memojokkan Bentjok, yang juga pewaris perusahaan Batik Keris Solo.

Bahkan Dahlan jelas menilai Bentjok terbukti melakukan goreng saham. "Ialah (maksudnya Bentjok) yang menaikkan dan menurunkan harga saham, tapi ia bisa lolos," tulis Dahlan.

Tentang "ia bisa lolos" tersebut bukan dalam konteks kasus Jiwasraya, namun dalam kasus lain jauh sebelum itu, terkait dengan saham Bank Pikko yang sudah ditutup.

Tapi meskipun dalam kasus Jiwasraya berstatus tersangka, tentu Bentjok punya kesempatan untuk membela diri. Nanti, sewaktu berlanjut ke tahap persidangan, baru akan diputuskan apakah Bentjok terbukti melakukan apa yang disangkakan oleh pihak kejaksaan.

Apapun juga, kita berharap proses hukum terhadap kasus Jiwasraya bisa berjalan dengan lancar dan adil. Namun yang tak kalah penting adalah bagaimana agar hak nasabah yang belum menerima uangnya, dapat dicairkan dalam waktu yang tidak terlalu lama.

Kasihan dengan nasabah yang sampai saat ini masih belum mendapat kepastian kapan haknya akan dikembalikan. Ada juga beberapa nasabah yang merupakan warga negara asing, sehingga reputasi Indonesia ikut dipertaruhkan.

Demikian pula di mata masyarakat banyak, bagi mereka yang namanya perusahaan milik negara identik dengan pemerintah, makanya selama ini dinilai aman-aman saja.

Industri perasuransian di negara kita harus dibenahi secara menyeluruh, agar kepercayaan masyarakat yang tergerus, bisa dipulihkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun