Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Bekerja Terus Sampai Tua, Kapan Menikmati Dunia?

12 Januari 2020   00:07 Diperbarui: 13 Januari 2020   10:12 2627
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam sebuah acara resepsi pernikahan, saya bertemu senior saya saat kuliah dulu. Sebut saja namanya Surya. Ia kebetulan memilih berkarir sebagai dosen di perguruan tinggi negeri yang juga almamaternya.

Saya tahu Surya sudah bergelar doktor. Dugaan saya ia juga seharusnya sudah dapat titel profesor alias guru besar. Tapi ketika saya tanyakan apakah ia sudah profesor, dengan tegas ia mengatakan tidak ingin mengurusnya.

Alasannya sangat simpel. Bila ia berstatus guru besar, baru akan pensiun saat berusia 70 tahun. Sedangkan doktor, cukup di usia 65 tahun. "Kalau kita bekerja terus sampai tua, kapan menikmati dunia?", begitu kata teman saya tersebut.

Bukan yang pertama kali saya mendengar kalimat seperti itu, meskipun variasinya ada dua versi. Ada yang ingin menikmati dunia di masa pensiunnya, ada pula yang ingin memperbanyak ibadah dalam rangka persiapan untuk akhirat. Tapi intinya, sama-sama tak mau bekerja terus menerus.

Kebetulan saya sendiri bekerja di sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang punya peraturan mempensiunkan karyawannya pada saat memasuki usia 56 tahun.

Nah, pertanyaan standar bagi karyawan yang saat akan memasuki pensiun sudah punya jabatan minimal kepala bagian atau kepala cabang adalah, dapat penugasan di mana begitu dipensiunkan?

Soalnya BUMN tempat saya bekerja punya sejumlah anak dan cucu perusahaan. Ada pula perusahaan yang dikelola oleh yayasan yang didirikan oleh induk perusahaan, termasuk yang dikelola oleh Lembaga Dana Pensiun yang juga didirikan BUMN tersebut.

Terlepas dari kritik Menteri BUMN saat ini, Erick Thohir, tentang banyaknya anak perusahaan BUMN yang menampung para pensiunan, kenyataannya banyak yang mengharapkan dapat tempat di perusahaan yang terkait dengan induk perusahaan, saat baru pensiun.

Justru saya pernah berpikiran negatif, bahwa teman-teman yang mengatakan ingin menikmati dunia itu hanya untuk menutupi kekecewaannya karena tidak mendapat tempat di anak perusahaan.

Tapi akhirnya saya menyadari, sebagian dari teman-teman saya berkata jujur bahwa sebetulnya ia mendapat tawaran untuk bergabung dengan anak perusahaan, tapi sengaja menolak.

Kenapa saya sampai pernah berpikiran negatif, tentu ada dasarnya. Begini, saya mengamati bahwa bagi kebanyakan orang yang sudah punya jabatan, berikut dengan semua fasilitas yang melekat dengan jabatan itu, akan merasa sayang ketika jabatan itu harus lepas tanpa tergantikan karena pensiun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun