Nah, kembali ke soal bisnis, seseorang yang belum punya pengalaman bisnis, tentu saat memulai usaha, belum bisa sampai ke tahap hakkul yakin.Â
Namun memulai usaha pada tingkatan ilmul yakin, rasanya juga terlalu dini dan cenderung spekulatif. Sebaiknya ketika sudah berada pada tahap ainul yakin, sudah layak untuk mencoba memulai usaha.Â
Bagaimana caranya untuk meningkatkan keyakinan dari ilmul yakin menjadi ainul yakin? Lakukan semacam observasi dan perbanyak belajar dari pebisnis yang berpengalaman.
Tapi perlu berhati-hati, tidak semua keyakinan bersifat positif. Ada keyakinan yang benar atau lurus dan ada pula keyakinan yang salah atau menyesatkan.
Ubaidillah Anwar dalam buku yang ditulisnya berjudul "Dendam Positif, Mengubah Kebencian Menjadi Kemenangan", menyebutkan keyakinan yang salah adalah yang diambil dari kecenderungan ego atau nafsu yang berlebihan.
Keyakinan yang salah tersebut bersifat tidak rasional. Contohnya orang yang paranoid bisa sangat yakin ada orang yang berbuat jahat kepadanya, padahal sesungguhnya tidak ada.
Namun adakalanya tidak mudah membedakan mana keyakinan yang benar dan mana keyakinan yang salah. Misalnya seperti kisah yang telah disinggung di awal tulisan ini, tentang bagaimana perusahaan air minum dalam kemasan Aqua didirikan.
Bukankah waktu itu Tirto Utama, pendiri perusahaannya, keyakinannya ditentang oleh banyak orang, dalam arti dianggap tidak benar?Â
Tapi Tirto tetap yakin karena pada awalnya sudah punya target yakni para ekspatriat di Jakarta yang pada dekade 1970-an tidak menyukai air rebusan di rumah makan. Bahkan ada orang asing yang sakit perut karena tidak cocok dengan air minumnya.
Namun seperti kita ketahui, sekarang air minum dalam kemasan adalah bisnis besar bernilai triliunan rupiah dengan banyak perusahaan yang terlibat.Â
Justru bukan hanya orang asing di Indonesia yang mengonsumsi air minum dalam kemasan. Masyarakat banyak pun sudah terbiasa dan mengonsumsi air minum dalam kemasan menjadi kebutuhan setiap hari.