Jadi tak ada itu yang disebut strategi "bakar uang" ketika permintaan ramai. Memang ketika permintaan sedikit padahal banyak penawaran, harga bisa murah sekali, kelihatannya seperti "bakar uang". Tapi begitu permintaan melambung jauh melebihi penawaran, harganya jadi mencekik konsumen.
Seingat saya, hukum permintaan dan penawaran itu ada syaratnya, yakni berlaku di negara yang menganut kapitalisme murni, di mana negara tidak ikut campur. Artinya pembentukan harga sepenuhnya ditentukan oleh mekanisme pasar.
Masalahnya di Indonesia, setahu saya bukan negara kapitalis murni. Makanya untuk tarif taksi ada aturannya, yang disebut dengan tarif batas bawah dan batas atas.
Logikanya, saat sepi penumpang pun, tarif taksi tak boleh lebih rendah dari batas bawah, dan saat penumpang membludak, tak boleh lebih tinggi dari batas atas.
Alhasil, selembar uang kertas bernominal Rp 100.000 pun beralih dari dompet saya ke tangan pengemudi taksol yang mengantarkan saya ke kantor. Setelah tadinya ngedumel, saya merasa nyaman mengikhlaskannya.Â
Saya yakin itu sudah sunatullah, bahwa pagi ini si pengemudi taksol akan menerima uang dari saya. Yang namanya rezeki, tidak pernah tertukar, kata pak uztad.
Hanya sekadar berandai-andai, bagi saya akan lebih bagus tidak usah membayar tarif taksol lebih murah ketimbang taksi biasa di saat cuaca cerah, asal juga tidak dicekik saat hujan turun
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H