Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Natuna, Jangan Diingat Kalau Lagi Gawat Saja

7 Januari 2020   08:09 Diperbarui: 8 Januari 2020   05:13 1178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Masjid Agung Natuna | Sumber: wisatalengkap.com

Kalau tidak karena ulah provokasi kapal-kapal nelayan yang dikawal Coast Guard China yang memasuki wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia di perairan Kepulauan Natuna, maka mungkin sebagian besar rakyat Indonesia tidak ingat dengan salah satu wilayah terluar kita itu.

Padahal sebenarnya kalau titik pandangnya di balik, Natuna bukankah wilayah terluar, justru terdepan, karena di sebelah utaranya langsung berbatasan dengan perairan Vietnam dan Kamboja.

Uniknya kalau dilihat secara geografis, Natuna justru terletak di tengah antara Malaysia bagian barat di wilayah semenanjung dan Malaysia bagian timur yang masuk Pulau Kalimantan. 

Artinya Natuna itu diapit oleh lautan Malaysia dan hanya sebelah selatan saja yang perairannya langsung tersambung dengan wilayah Indonesia lainnya.

Jika bukan karena faktor sejarah di mana dulunya Natuna berada di bawah penjajahan Belanda, sangat mungkin Natuna sekarang ini menjadi bagian dari negara Malaysia.

Karena Natuna berada di tengah lautan luas, nasibnya tidak secerah pulau Batam yang sama-sama masuk Provinsi Kepulauan Riau, namun karena hanya "sepelemparan batu" dari Singapura, Batam sengaja digenjot kemajuannya.

Tahun 2018, pernah ada film nasional yang sebagian besar lokasi syutingnya dilakukan di Natuna. Tentu saja keindahan alam Natuna yang sangat memikat jadi terangkat ke layar lebar.

Filmnya berkisah tentang seorang tentara yang ditugaskan di Natuna, kemudian jatuh hati dan menikah dengan gadis Natuna. Jelita Sejuba, itulah judul film yang menceritakan suka duka istri seorang prajurit.

Masjid Agung Natuna | Sumber: wisatalengkap.com
Masjid Agung Natuna | Sumber: wisatalengkap.com
Sayangnya film tersebut tidak meledak dalam arti tidak banyak penontonnya. Sangat berbeda dengan Laskar Pelangi, sebuah film yang berhasil mengubah nasib Pulau Belitung menjadi kawasan wisata. 

Laskar Pelangi ditonton oleh jutaan penonton, bahkan juga diputar di luar negeri. Mereka yang terpesona dengan keindahan alam Belitung seperti terlihat di film, kepincut ingin berkunjung.

Bila dilihat dari berbagai foto yang tersebar di berita daring, ternyata alam Natuna tak kalah dengan Belitung yang ditandai oleh banyaknya batu-batu besar di pinggir pantai. Lihat saja pada foto di Batu Sindu di bawah.

Kembali ke kisah film Jelita Sejuba, memang di kepulauan Natuna, warga pendatang kebanyakan adalah tentara yang hanya ditugaskan selama waktu tertentu.

BUMN seperti PLN, BRI, Telkom, punya kantor di Natuna. Tapi statusnya bukan kantor cabang, meskipun Natuna merupakan kabupaten hasil pemekaran. 

Hanya kantor cabang pembantu atau ranting dari BUMN tersebut yang ada di Natuna, sehingga tidak begitu banyak menyerap tenaga kerja dari luar Natuna.

Selain tentara dan polisi, diperkirakan ada sejumlah guru dan perawat yang berasal dari luar Natuna yang ditempatkan di sana. Tapi jelas sangat langka orang luar Natuna yang ingin datang ke Natuna karena keinginan sendiri, bukan karena ditugaskan.

Jarak yang amat jauh, menjadi salah satu alasan kenapa Natuna tidak menarik dikunjungi. Jangankan dari Jakarta, dari Tanjung Pinang yang merupakan ibu kota Provinsi Kepulauan Riau saja, butuh dua hari naik kapal laut.

Memang sudah ada pesawat berbaling-baling yang terbang dari Batam ke Natuna dengan waktu tempuh 1 jam 40 menit, tapi frekuensinya amat terbatas dan biayanya lumayan mahal.

Batu Sindu | Sumber: wisatalengkap.com
Batu Sindu | Sumber: wisatalengkap.com
Maka merupakan tantangan tersendiri bagaimana agar keindahan Natuna mampu menjaring wisatawan domestik dari Pulau Jawa atau kawasan lain di Indonesia.

Karena pemasaran secara daring mulai membuahkan hasil, justru wisatawan asing yang mulai berdatangan ke Natuna via Batam. Coba buka berita seputar wisata di Natuna, akan ditemukan komentar turis asing yang mengatakan Natuna tidak kalah dengan Maladewa.

Sekarang juga sudah ada masjid megah di Ranai, ibu kota kabupaten Natuna. Tentu akan lebih bernilai, bila masjid tersebut juga disinggahi para wisatawan dari luar Natuna.

Ironis memang bila kawasan yang indah dan mengandung kekayaan hasil laut yang berlimpah, juga penghasil minyak dan gas, justru seolah-olah terlupakan. Jangan menunggu situasi gawat, Natuna baru diingat.

Terbetik pula berita bahwa ada usulan dari Bupati Natuna agar Natuna ditingkatkan statusnya jadi provinsi khusus. Maksudnya untuk memperkuat kedudukan pemerintah dalam menghadapi ancaman pihak asing.

Tapi tanpa status provinsi pun, bila pemerintah pusat sering mengagendakan event nasional di bidang seni, budaya, agama, olahraga, pendidikan, wisata, dan sebagainya akan membuat Natuna lebih mendapat perhatian dari masyarakat.

Baru setelah dikenal luas, masyarakat yang mampu secara ekonomi diharapkan berwisata ke sana yang sekaligus akan menjadi penggerak perekonomian Natuna.

Dengan ramainya pergerakan orang dan barang dari dan ke Natuna, otomatis personil keamanan perlu ditambah, termasuk yang melakukan patroli rutin di lautan untuk mengintai ancaman yang mungkin datang.

Tanpa ada program yang sengaja dirancang, Natuna akan luput dari perhatian. Jika mayoritas orang Indonesia saja tidak ingat dengan Natuna, jangan heran bila kekayaan lautnya dijarah para pelaut asing.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun