Kebetulan saya ikut sebuah grup WhatsApp yang anggotanya mereka yang punya perhatian dengan teori dan praktik di bidang manajemen risiko, khususnya untuk perusahaan yang bergerak di bidang industri jasa keuangan, seperti bank, asuransi, pegadaian, dan sebagainya.
Kasus gagal bayar yang menimpa Jiwasraya, di mana banyak nasabah yang seharusnya sudah menerima pengembalian uang yang dulu diinvestasikannya di Jiwasraya, namun sampai sekarang masih belum bisa dicairkan, tak pelak lagi menimbulkan keresahan bagi nasabah.
Tapi nasabah bisa apa? Toh anggaplah semua aset perusahaan asuransi milik negara itu dilego, nilainya masih jauh dari jumlah yang harus dibayarkan perusahaan.
Lagi pula tampaknya pemerintah tidak berniat melikuidasi Jiwasraya, tapi tengah menyusun rencana untuk membuat Jiwasraya bisa bangkit. Namun tidak jelas kapan nasabah diperkirakan akan bisa menerima uangnya kembali.
Selain itu, kasus Jiwasraya makin berkembang merembet ke masalah korupsi dan politik. Tentu bagus kalau siapa yang bersalah nantinya harus mempertanggungjawabkan perbuatannya secara hukum.
Namun sekali lagi, di mata nasabah tak ada yang lebih penting dari pada kembalinya uangnya. Nah, muncul pemikiran di grup percakapan yang saya ikuti itu, apakah mungkin melibatkan nasabah atau perwakilan nasabah dalam mengawasi sebuah perusahaan jasa keuangan?
Selama ini nasabah hanya bisa mengawasi secara tidak langsung dengan meneliti laporan keuangan perusahaan. Seperti diketahui, perusahaan jasa keuangan diwajibkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mempublikasikan laporan keuangannya setiap triwulan.
Publikasi tersebut bisa dilihat dari media cetak tempat perusahaan memasang laporan keuangannya yang oleh pihak media diperlakukan sebagai iklan, atau dapat dilihat di website resmi perusahaan.
Tapi masalahnya tidak gampang untuk meneliti laporan keuangan. Apalagi seperti yang telah menimpa perusahaan Jiwasraya, juga Garuda Indonesia, sekadar menyebut contoh, laporan keuangannya yang sebelumnya bagus, kemudian direvisi menjadi kurang bagus. Namun memang yang kurang bagus itu yang lebih objektif.
Nasabah yang mampu menangkap gejala adanya penurunan kinerja yang signifikan di perusahaan tempat mereka menaruh uang, bisa segera menarik uangnya kembali, sebelum terjadi kondisi yang tidak diinginkan.
Tapi bila nasabah terlibat dalam pengawasan langsung di industri jasa keuangan, tentu akan lebih efektif, dan terjadinya kinerja perusahaan yang memburuk, ada peluang dapat dicegah.