Artinya, bila ada razia dari aparat Malaysia dan menemukan imigran yang tergolong PATI, tak ayal lagi, akan dijatuhi hukuman sesuai ketentuan yang berlaku di negara tetangga tersebut.
Memang lumayan banyak peserta B4G asal Indonesia, bahkan yang terbanyak dibandingkan imigran asal negara lain, seperti dari Myanmar dan Bangladesh.
Namun PATI asal Indonesia yang masih mencari nafkah di Malaysia diduga masih sangat banyak, lebih banyak dari yang mendapat pengampunan dan pulang ke Indonesia.
Dilansir dari Majalah Tempo, 12 Januari 2020, Direktur Jenderal  Departemen Imigrasi Malaysia Datuk Khairul Dzaimee Daud mengatakan 190.471 imigran ilegal telah mengambil kesempatan untuk mendaftar dan kembali ke negara mereka secara sukarela melalui Program B4G.
Tapi begitu memasuki tahun baru, ketika program tersebut berakhir, pemerintah Malaysia langsung melakukan operasi. Dalam operasi tersebut imigran ilegal yang paling banyak ditahan berasal dari Indonesia, yakni 220 orang.
Berikutnya yang juga terjaring adalah 89 imigran ilegal asal China, 78 orang dari Bangladesh, 42 orang dari Myanmar dan 22 orang dari Filipina.
Terkait peserta B4G, imigran Indonesia yang memanfaatkan kesempatan untuk pulang kembali ke berbagai daerah di tanah air berjumlah sekitar 62.000 orang.
Jelas kepulangan mereka akan berdampak pada sektor ketenagakerjaan di negara kita. Misalkan sebagian besar di antaranya tidak berhasil memperoleh pekerjaan, maka akan menambah banyak jumlah pengangguran.
Bila jumlah pengangguran bertambah, dampak berikutnya sudah menanti. Mereka akan jadi beban sosial bagi masyarakat di lingkungannya.Â
Yang paling dikhawatirkan, tingkat kriminal bisa pula meningkat. Atau bisa juga jumlah warga yang mengalami depresi mengalami kenaikan.
Ibu rumah tangga yang dulu rutin dapat kiriman uang dari suaminya yang bekerja di Malaysia, tiba-tiba si suami menetap di kampung tanpa mendapatkan pekerjaan, berpotensi membuat keharmonisan rumah tangga terganggu.
Maka bagi daerah yang selama ini terkenal sebagai kantong-kantong penyuplai Tenaga Kerja Indonesia (TKI) khususnya untuk tujuan Malaysia, seperti Nusa Tenggara dan kawasan tertentu di Pulau Jawa, harus mampu mengantisipasi hal ini.