Sehari-hari saya sering salat berjamaah di masjid dekat rumah saya di bilangan Tebet Jakarta Selatan. Ada yang mengusik pikiran saya, dalam satu bulan terakhir, sudah tiga kali orang asing ikut salat.
Tentu baik-baik saja adanya jika masjid kedatangan tamu asing yang bertampang Timur Tengah yang ikut beribadah. Ada yang dari Afganistan, ada yang dari Suriah, dan satu orang lagi saya lupa dari negara mana asalnya.
Masalahnya setelah ikut salat berjamaah, si orang asing, tanpa membaca doa, langsung mengambil posisi duduk dekat pintu keluar. Tentu jamaah yang ingin pulang mau tak mau akan lewat di depan orang asing itu.
Ada selembar kain yang dibentangkan orang asing tersebut. Di sana dipajang foto dan tulisan dalam bahasa Arab yang isinya kira-kira minta sumbangan untuk membantu para korban akibat peperangan di negaranya.
Bagi yang ingin menyumbang, tinggal melemparkan uang ke atas kain yang dibentangkan itu. Memang karena sifatnya mendadak, dari jamaah sekitar 50-60 orang, yang memberi sumbangan mungkin separuhnya saja.
Ketika orang asing pertama yang datang, sepertinya difasilitasi oleh pengurus masjid untuk menyampaikan tujuannya secara langsung dalam bahasa Arab yang diterjemahkan oleh pengurus masjid.
Tapi orang kedua dan ketiga tidak lagi diminta berbicara oleh pengurus, namun tetap dibiarkan saat membentangkan kain tempat menampung sumbangan.
Dugaan saya pengurus masjid mulai tidak mau ikut campur urusan orang asing tersebut. Jamaah dipersilakan membantu atau tidak, tanpa perlu diimbau.Â
Apakah pengurus masjid mulai curiga ada sesuatu yang kurang beres dengan singgahnya orang asing berbahasa Arab itu?
Bukannya berprasangka buruk, sebaiknya kita memang tidak langsung terbuai dengan seseorang hanya karena bertampang dan berpakaian ala Timur Tengah, atau semata-mata karena fasih berbahasa Arab.
Maka saya pun iseng-iseng berselancar di dunia maya. Mungkin tidak ada kaitannya dengan tiga orang asing yang saya ceritakan di atas, tapi kenyataannya memang banyak orang asing yang diberitakan meminta sumbangan di masjid-masjid.
Yang saya baca tidak sedikit pula di antaranya yang ditangkap pihak berwajib karena si orang asing bermasalah dengan statusnya di keimigrasian. Artinya mereka pendatang gelap atau izin tinggalnya di Indonesia sudah berakhir.
Bagaimana caranya untuk memastikan orang asing yang meminta sumbangan, adalah orang yang dapat dipercaya? Layakkah kita memintanya menunjukkan paspor untuk mengetahui apakah ia  pendatang legal atau tidak?
Tiga orang yang saya lihat di masjid tempat saya beribadah, semuanya tidak bertampang orang yang lagi menderita. Tubuhnya malah kegemukan.Â
Tapi bisa jadi si orang asing itu betul-betul akan menyerahkan bantuan yang diterimanya buat para pengungsi korban perang di negara asalnya.
Menurut pendapat saya, pengurus masjid boleh-boleh saja meminta si orang asing memperlihatkan paspornya. Tentu dengan cara yang sopan tanpa memperlihatkan kecurigaan.Â
Bila si orang asing tidak bisa memperlihatkan paspor atau tidak bisa memberikan keterangan yang meyakinkan, pengurus masjid tidak perlu sungkan untuk tidak mengizinkannya meminta sumbangan.
Namun bila ia secara tidak kentara meminta sumbangan di luar masjid, sulit untuk dilarang. Bila ada yang ikhlas menyumbang, tentu tidak masalah juga.
Toh walaupun sumbangan itu anggaplah disalahgunakan si orang asing, insya Allah niat tulus pemberi sumbangan tetap mendapatkan pahala. Sedangkan dosa penyalahgunaan akan menjadi tanggungan si orang asing.
.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H