Harus diakui, produk dengan brand lokal selama ini dipandang dengan sebelah mata oleh kebanyakan konsumen Indonesia, terutama yang termasuk golongan ekonomi menengah ke atas.
Produk lokal seolah identik dengan mutu yang rendah. Harga murah bukan menjadi daya tarik, kecuali untuk golongan masyarakat bawah yang memang tidak punya pilihan lain.
Nah, pertengahan Desember 2019 lalu, bertempat di sebuah mal megah di ibu kota, terjadi antrean yang amat panjang untuk mendapatkan sepatu model terbaru dengan brand Compass. Ya, tulisannya memang berbau asing, bukan "kompas" seperti yang kita kenal dalam bahasa Indonesia. Tapi sepatu jenis sneaker ini, murni produk lokal.
Tak berlebihan kalau disebutkan bahwa produk sepatu di atas telah membikin histeris para penggemarnya yang amat banyak. Perhatikan berita kompas.com (14/12/2019) yang menyebutkan bahwa ada calon pembeli yang antre sejak malam sebelumnya.
Sayangnya, seperti dilansir dari kumparan.com (14/12/2019), acara peluncuran sepatu itu akhirnya terpaksa dibatalkan karena antrean peminat yang berujung dengan kericuhan. Atas kejadian itu pihak manajemen pabrik sepatu yang berdiri dari 1998 itu memohon maaf.Â
Compass dalam promosinya terang-terangan menyebut produknya sebagai sepatu asli Indonesia. Artinya tidak ada upaya pegelabuan terhadap konsumen dengan berpura-pura menjual barang impor agar dianggap lebih oke.
Makanya boleh dikatakan bahwa konsumen kita mulai cerdas, tidak langsung mencap jelek produk lokal. Produk dengan disain menarik dan kualitasnya tinggi, tetap diburu meskipun produk dalam negeri.
Jauh sebelumnya, di bidang makanan ringan, Indomie, merek mie instan asal Indonesia, berhasil menduduki peringkat ke-8 merek yang terbanyak dibeli di seluruh dunia sepanjang tahun 2016 (kompas.com. 2/1/2017).
Ketika itu 10 besar merek di dunia terdiri dari Coca-Cola, Colgate, Lifebuoy, Maggie, Lay's, Pepsi, Nescafe, Indomie, Knorr, dan Dove. Selain Indomie, merek lain pada daftar di atas, induknya berada di negara asing, yang juga laris di Indonesia.
Indomie sendiri sudah membuka beberapa pabrik di luar negeri sehingga gampang mencapai konsumennya yang tersebar di banyak negara, terutama Asia, Australia, dan Afrika.
Presiden Jokowi dalam berbagai kesempatan tak segan-segan memakai produk pakaian buatan dalam negeri. Tentu apabila seorang presiden yang memakai, akan menjadi alat promosi yang ampuh.
Ada 10 brand lokal yang meledak di pasaran gara-gara dipakai Presiden Jokowi (pemoeda.co.id, 27/6/2019), yakni jaket Rawtype Riot x Buryamcer, jaket Bulls Syndicate, sepatu sneaker Saint Barkley, sepatu NAH Project, Never Too Lavish yang menjual jasa lukisan tangan pada pakaian dan sepatu, jaket Aye Denim, jaket Ame Raincoat, sepatu Exodos, sepatu Brodo, dan jaket Rawtype Riot.
Jaket dan sepatu di atas tentu saja berkaitan dengan hobi Presiden Jokowi naik motor gede sambil blusukan. Memang, lagi-lagi hampir semua brand tersebut berkonotasi asing sebagai salah satu cara menggaet konsumen. Tapi satu nama, Buryamcer, konon dari kata bubur ayam.
Menarik pula, dari 10 brand yang dipakai Jokowi, malah sepatu Compass tidak termasuk. Artinya, konsumen Compass yang kebanyakan para remaja dan anak muda, tanpa perlu di-endorse Jokowi, sudah punya pilihan sendiri sesuai kelompok umurnya.
Masih ada sejumlah brand lokal yang merajai pasar tanah air dan juga telah merambah pasar luar negeri. Wardah merupakan produk kosmetik yang dibidani oleh seorang dosen ITB Bandung yang gemar melakukan penelitian.
Masih di bidang kosmetik, produk dengan ramuan tradisional Indonesia seperti Mustika Ratu dan Sari Ayu, telah lama disukai masyarakat Indonesia.
Di bidang makanan, selain mie instan, ada pula donut dengan merek J Co yang gampang didapatkan di berbagai mal di kota-kota besar Indonesia. Malah juga telah dijual pula melalui pola waralaba ke luar negeri.
Mereka yang hobi mendaki gunung, pasti akrab dengan Eiger sebagai merek dari berbagai pakaian atau perlengkapan yang diperlukan untuk mendaki atau berkemah.
Jadi, tak ada alasan untuk pesimis bagi yang berkeinginan memulai atau sudah merintis jalan dalam berwirausaha, meskipun barang yang kita tawarkan harus bersaing dengan produk impor yang sudah punya nama.
Apalagi untuk produk-produk yang memang khas Indonesia seperti jamu, batik, kuliner tradisional, dan sebagainya, menjadi kesempatan untuk diperkenalkan kepada konsumen di luar negeri.
Keberhasilan produk lokal di negara kita sendiri, akan berdampak positif pada kemajuan perekonomian nasional, terutama dari sisi penyerapan tenaga kerja.
.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H