Hal ini terungkap saat Erick Thohir bersama jajarannya diundang oleh Komisi VI DPR dalam rangka rapat kerja (2/12/2019), yang antara lain diberitakan oleh liputan6.com pada hari yang sama.
Konteksnya saat itu Erick menyatakan bahwa banyak hal yang tidak diketahuinya terkait kegiatan anak perusahaan BUMN. Lalu Erick memberi contoh RUPS BRI Agro yang terpaksa dihentikannya.
Namun penghentian itu bukan berarti tidak jadi melakukan RUPSLB. Bila ditelusuri dari berita daring, contohnya cnbcindonesia.com, RUPSLB itu menghasilkan keputusan yang menyetujui pemberhentian Agus Noorsanto dan salah satu direktur, Ebeneser Girsang, juga disetujui merangkap sebagai direktur utama.
Tidak banyak berita tentang hal di atas. Mungkin yang dimaksud penghentian RUPS adalah belum disahkannya direktur utama yang definitif di BRI Agro.
Padahal seharusnya BRI sebagai induk, sudah punya figur yang akan dikukuhkan para RUPS tersebut menjadi direktur utama. Dan secara ketentuan, seharusnya akan berlangsung mulus, karena BRI adalah pemegang saham mayoritas.
Adapun pihak Kementerian BUMN tidak ikut dalam RUPS anak perusahaan BUMN, karena bukan pemegang saham langsung. Tapi pihak kementerian bisa "menginjak kaki" BUMN yang jadi induk perusahaan.
Nah, diduga calon direktur utama yang diajukan BRI belum disetujui Menteri BUMN, sehingga muncullah insiden penghentian RUPS itu.
Bagaimanapun juga, karena BRI dan BRI Agro sudah menjadi perusahaan publik, manajemen kedua bank tersebut perlu memberikan informasi yang lengkap kepada publik, apa sesungguhnya yang terjadi.
Sekadar catatan, BRI Agro dulunya bernama Bank Agro yang berdiri tahun 1989 dengan pemegang saham mayoritas adalah Dana Pensiun Perkebunan. Bank ini banyak mengucurkan kredit ke sektor perkebunan.
Kemudian Bank Agro go public tahun 2003 dan namanya berubah jadi Bank Agroniaga. Baru pada tahun 2011 diakuisisi BRI dan bank yang asetnya sekarang masih sekitar Rp 25 triliun (bandingkan dengan induknya BRI dengan aset lebih dari Rp 1.000 triliun) ini namanya diubah lagi jadi BRI Agro.