Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Direktur Utama BTN Membeli Saham BTN Secara Pribadi, Apa Artinya?

16 Desember 2019   10:10 Diperbarui: 16 Desember 2019   10:20 700
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada berita menarik dari Bursa Efek Indonesia (BEI). Pahala Mansyuri yang belum lama ditetapkan sebagai Direktur Utama Bank Tabungan Negara (BTN) diberitakan membeli secara bertahap saham BTN melalui BEI. Tentu Pahala membeli dengan menggunakan uang pribadinya.

Seperti dilansir dari cnbcindonesia.com (10/12/2019),  Pahala yang disahkan menjadi orang nomor satu di bank milik negara itu pada Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) BTN, 27 November 2019 lalu, membeli saham BTN sebanyak tiga kali sejak tangal 3 Desember 2019.

Jika dijumlahkan, Pahala membeli 453.100 lembar saham BTN dengan nilai saat pembelian Rp 997,08 juta, atau nyaris menyentuh jumlah Rp 1 miliar. Sebetulnya nilai tersebut terhitung kecil dibanding keseluruhan saham BTN yang diperjualbelikan di BEI.

Tapi yang dilakukan Pahala jarang dilakukan oleh direktur utama di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) lain yang sudah berstatus go public atau yang telah melantai di BEI.

Bukan berarti para direktur BUMN tersebut tidak punya saham perusahaan yang dipimpinnya. Namun kepemilikan saham para direktur itu biasanya didapat dari program khusus yang disebut dengan MSOP (Management Stock Option Program). 

Selain MSOP, juga ada ESOP (Employee Stock Option Program)  yang ditujukan buat karyawan biasa, agar mereka merasa ikut memiliki perusahaan tempatnya bekerja, bukan semata-mata orang gajian.

MSOP adalah semacam fasilitas mendapatkan saham dengan harga khusus, biasanya dialokasikan sejumlah tertentu buat manajemen perusahaan saat Initial Public Offering (IPO), yakni saat perusahaan menawarkan saham ke publik pertama kalinya.

Bahkan para direktur itu banyak yang menjual kembali saham  yang diperolehnya dari MSOP tersebut ketika harga saham sudah naik, seakan-akan takut nanti akan anjlok harganya, yang malah mendatangkan kerugian.

Padahal, bila para pimpinan perusahaan itu menjual sahamnya, bukankah menjadi sinyal kepada publik bahwa si pemimpin itu sendiri yang meragukan masa depan perusahaannya, sehingga buru-buru melepaskannya mumpung harga bagus.

Perlu diketahui, bila para direktur itu membeli atau menjual saham perusahaan yang dipimpinnya, sesuai ketentuan BEI, harus diumumkan ke publik, agar tidak dianggap insider trading.

Maksudnya, para direktur tersebut karena posisinya yang strategis sebagai orang dalam, pasti punya informasi yang publik belum mengetahuinya. Maka bila seorang direktur menjual saham, publik diberitahu dan silakan mempertimbangakan, apakah akan ikut-ikutan menjual atau tidak. 

Nah, di sinilah hebatnya Pahala. Ia seperti menantang diri sendiri agar berhasil memimpin BTN dengan mempertaruhkan uangnya sejumlah Rp 1 miliar. Hal ini bisa juga dibaca sebagai promosi agar publik jangan takut membeli saham BTN.

Memang Rp 1 miliar bukan jumlah yang besar kalau dibandingkan dengan rata-rata penghasilan selama satu tahun bagi seorang direktur utama sebuah bank milik negara, baik yang berasal dari gaji, tunjangan, bonus, atau fasilitas lainnya.

Namun yang perlu diapresiasi adalah rasa percaya diri Pahala. Tentu ia sudah memetakan berbagai masalah di BTN dan yakin dengan prospeknya yang cerah di masa mendatang. BTN memang tidak terlepas dari target ambisius pemerintah untuk membiayai pengadaan rumah bagi jutaan warga golongan menengah ke bawah.

Maksudnya, bila Pahala dan jajarannya berhasil membangun BTN menjadi lebih baik, logikanya akan meningkatkan harga saham BTN, dan Pahala akan menangguk keuntungan dari uang yang "dipertaruhkannya" dalam bentuk saham itu. Sebaliknya, bila Pahala gagal memperbaiki kinerja BTN, harga saham akan anjlok, dan aset saham Pahala juga akan tergerus. 

Tentu naik turunnya harga saham tidak semata-mata dari faktor kinerja perusahaan, namun juga karena pengaruh faktor global, kebijakan pemerintah, dan bahkan juga faktor psikologis para investor.

Lagipula sejauh ini yang menjadi penggerak harga saham di Indonesia adalah para investor asing. Bila mereka ramai-ramai masuk, maksudnya memborong saham di BEI, harga akan melejit, dan akan terjun harganya bila mereka berbondong-bondong melakukan aksi jual.

Namun paling tidak seperti telah disinggung di atas, Pahala telah melempar sinyal ke pasar, bahwa Kementerian BUMN tidak salah memilihnya menjadi Direktur Utama BTN. Pahala merasa siap untuk memajukan BTN yang sekaligus berarti siap untuk menaikkan market capitalization BTN di BEI melalui kenaikan harga sahamnya.

Bila sampai sekarang ini kinerja keuangan BTN masih tertinggal dari saudara-saudaranya bank BUMN lain yakni BNI, BRI dan Bank Mandiri, maka ke depan tampaknya jarak ketertinggalan itu makin mengecil. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun