Indra sendiri tidak terkenal sewaktu masih jadi pemain bola, karena tidak pernah memperkuat timnas. Ia hanya sekadar pemain gelandang di klub perserikatan PSP Padang.
Karena PSP tidak berkompetisi di Divisi Utama di dekade 1980-an ketika diperkuat Indra, otomatis ia tidak dikenal di pentas sepak bola nasional.
Namun ketika akhirnya Indra memutuskan berhenti jadi pegawai Pos Indonesia, dan total sebagai pelatih sepak bola, ia sangat serius dan rajin ikut berbagai pelatihan. Sertifikasi pelatih dalam berbagai strata pun diperolehnya.
Ketika jumpa pers seusai mengalahkan Myanmar di partai semifinal SEA Games Manila, Indra meminta wartawan agar memuat pernyataannya yang siap bila diminta menjadi pelatih timnas senior.
"Coba cek, tak ada pelatih yang mengalami proses selengkap saya," kata Indra. Maksudnya ia telah berhasil mempersembahkan berbagai gelar juara saat memegang timnas U-16, U-19, U-22, dan sekarang berpeluang menyabet emas SEA Games bersama timnas U-22.
Hanya timnas senior saja yang belum pernah diembannya. Lagipula sekarang PSSI sedang mencari pelatih timnas senior setelah dipecatnya Simon McMenemy.Â
Ada dua nama yang digadang-gadang dan akan dipilih salah satu untuk pengganti Simon, yakni Shin Tae Yong asal Korea Selatan atau kembali mengontrak Luis Milla.Â
Bahkan kabar terbaru, Ruud Gullit, pelatih asal Belanda yang sebelumnya sukses pula sebagai pemain timnas Belanda, juga sedang didekati PSSI.
Bila PSSI bisa mengakomodir keinginan Indra, tentu tidak perlu melanjutkan negosiasi dengan para pelatih asing di atas, yang pasti gajinya jauh di atas Indra.Â
Masalahnya, layakkah Indra Sjafri dipromosikan jadi pelatih timnas senior? Menggunakan pelatih lokal punya keuntungan tersendiri karena sudah mengenal karakter pemain dan budaya sepak bola nasional.Â
Sedangkan pelatih asing selalu punya kendala dalam beberapa bulan pertama untuk memahami karakter dan budaya lokal, di samping masalah bahasa yang belum tentu pas saat diterjemahkan penerjemah.