Akhirnya presiden dengan kewenangan yang demikian besar, bisa bertindak kebablasan seperti memberi hak monopoli dalam berbisnis bagi anggota keluarga dan kroninya.
Nah, berdasarkan pengalaman era Orde Baru dulu yang berakhir tragis, tentu bisa dipahami bila Presiden Jokowi geram dengan menguatnya wacana presiden 3 periode itu. Jokowi bukan tipe yang gila kekuasaan.
Lalu muncullah berbagai spekulasi mencari siapa sih yang tega-teganya berniat menampar muka atau menjerumuskan Jokowi?
Bila para politisi atau pihak lain yang mengusulkan 3 periode, niatnya adalah untuk cari muka, ini sebetulnya dapat dimengerti.Â
Soalnya, dalam dunia birokrasi, fenomena cari muka ini, meskipun banyak dicela, kenyataannya banyak dipraktikkan oleh mereka yang ingin cepat naik pangkat atau dapat proyek.
Diakui atau tidak, orang-orang yang berada di ring 1 dan ring 2 Presiden Jokowi, akan diuntungkan bila masa jabatan presiden diperpanjang jadi 3 periode.Â
Tapi menuding orang di lingkaran Jokowi sebagai pelempar wacana, merupakan hal yang gegabah bila tidak ada bukti yang mendukung.
Apalagi mencari siapa yang ingin menjerumuskan Jokowi, tentu lebih sulit lagi. Sangat sulit mendeteksi niat seseorang, yang hanya diketahui oleh yang bersangkutan dan Tuhan.
Makanya boleh saja kalau berpikir dari sisi sebaliknya, bahwa belum tentu usulan perpanjangan masa jabatan presiden bermaksud untuk menjerumuskan.
Tampilan Jokowi yang merakyat, bekerja secara cepat dan sering turun ke lapangan, adalah tipikal pemimpin yang disukai rakyat. Lagipula Jokowi berbicara dengan bahasa yang gampang dimengerti rakyat.