Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Artikel Utama

Jalur Sepeda di Jakarta, Seberapa Banyak yang Memanfaatkan?

27 November 2019   07:10 Diperbarui: 2 Desember 2019   10:12 1244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mulai Senin (25/11/2019) lalu, di sejumlah jalan utama di ibu kota Jakarta telah diberlakukan penindakan terhadap para pengendara bukan sepeda yang menggunakan jalur khusus untuk sepeda.

Sebelumnya, Pemprov DKI Jakarta sudah membuat jalur khusus tersebut sepanjang 63 km, yang diberi warna hijau agar mudah dikenali. Sosialisasi pun dianggap telah cukup, sehingga harusnya masyarakat sudah mengetahui.

Membuat jalur khusus untuk pengendara sepeda, jelas sangat baik tujuannya. Harapan dari Pemprov DKI Jakarta adalah agar semakin banyak warga ibu kota yang menggunakan sepeda dari rumahnya ke tempat bekerja, belajar, atau aktivitas rutin lainnya, dan sebaliknya.

Bila itu terwujud, maka sekaligus akan menurunkan jumlah pengguna kendaraan bermotor, baik roda dua maupun roda empat. Dengan demikian, kualitas udara pun akan semakin baik karena polusi dari kendaraan bermotor kian berkurang.

Namun dari pengamatan sekilas, jalur sepeda ini tampak sepi. Kenyataannya, boleh dikatakan sedikit sekali warga kota yang rutin bersepada. Kalaupun ada yang hobi naik sepeda, lebih ditujukan buat hiburan sekaligus berolahraga di hari libur.

Naik sepeda ke tempat kerja? Banyak yang ogah, meskipun diiming-imingi dengan tersedianya jalur khusus yang tidak akan diganggu oleh pengendara kendaraan bermotor.

Panasnya udara Jakarta dan ribetnya harus mandi serta berganti pakaian di kantor, menjadi alasan yang membuat orang malas bersepeda. Apalagi banyak kantor yang tidak menyediakan tempat parkir buat sepeda.

Contoh dari para pejabat atau public figure pun relatif tidak terlihat sebagai salah satu cara berkampanye pemakaian sepeda. Tak ada lagi yang seperti Andi Mallarangeng saat jadi Menpora dulu, yang sering naik sepeda ke kantornya.

Kosongnya jalur sepeda hanya menimbulkan pandangan iri dari pengguna mobil dan sepeda motor yang terjebak dalam kemacetan parah di area jalan yang semakin sempit.

Bagaimana tidak sempit, kalau sebelumnya sebagian jalan telah pula dikonversi menjadi trotoar. Ironisnya, sama dengan jalur sepeda, trotoar pun relatif sepi.

Jelas sudah, sangat tidak gampang mengajak masyarakat bersepeda, sama tidak gampangnya dengan mengajak masyarakat untuk berjalan kaki. 

Akhirnya fasilitas yang dibangun dengan anggaran yang relatif besar itu terancam jadi mubazir. Bahkan polusi tidak berkurang dan lalu lintas semakin macet dengan bunyi klakson yang memekakkan telinga, karena ketidaksabaran pengendara kendaraan bermotor.

Jakarta mungkin saja telah sejajar dengan kota-kota besar dunia yang lebih dahulu membangun trotoar luas dan jalur khusus sepeda. Tapi bedanya sangat kentara, di luar negeri, fasilitas itu dimanfaatkan secara optimal, di Jakarta lebih banyak sebagai pajangan semata.

Dari koran Kompas (25/11/2019) terdapat penjelasan bahwa pada tahun depan, Pemprov DKI Jakarta merencanakan membuat lagi sepanjang 200 km jalur sepeda dengan anggaran Rp 62 miliar.

Kemudian hingga tahun 2030 direncanakan telah tersedia jalur khusus sepeda sepanjang 500 km. Sebuah rencana yang terbilang ambisius.

Kalau boleh memberi saran, rencana tersebut sebaiknya dikaji ulang dengan melihat keberhasilan atau kegagalan pada jalur sepeda yang baru ada sepanjang 63 km ini.

Akan disebut berhasil bila memang terbukti banyak masyarakat yang beralih dari membawa kendaraan bermotor menjadi penunggang sepeda.

Sebaliknya tentu akan disebut sebagai kegagalan bila jalur sepeda tetap sepi karena sedikit sekali yang memanfaatkannya.

Jadi, yang sekarang ini anggap saja sebagai test case. Memang ada dua cara dalam memutuskan kapan membangun, menunggu datangnya permintaan masyarakat atau mendahului sebagai pancingan. 

Nah yang 63 km jalur sepeda sekarang ini adalah metode pancingan. Kita tunggu saja, seberapa banyak masyarakat yang terpancing.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun