Akhirnya fasilitas yang dibangun dengan anggaran yang relatif besar itu terancam jadi mubazir. Bahkan polusi tidak berkurang dan lalu lintas semakin macet dengan bunyi klakson yang memekakkan telinga, karena ketidaksabaran pengendara kendaraan bermotor.
Jakarta mungkin saja telah sejajar dengan kota-kota besar dunia yang lebih dahulu membangun trotoar luas dan jalur khusus sepeda. Tapi bedanya sangat kentara, di luar negeri, fasilitas itu dimanfaatkan secara optimal, di Jakarta lebih banyak sebagai pajangan semata.
Dari koran Kompas (25/11/2019) terdapat penjelasan bahwa pada tahun depan, Pemprov DKI Jakarta merencanakan membuat lagi sepanjang 200 km jalur sepeda dengan anggaran Rp 62 miliar.
Kemudian hingga tahun 2030 direncanakan telah tersedia jalur khusus sepeda sepanjang 500 km. Sebuah rencana yang terbilang ambisius.
Kalau boleh memberi saran, rencana tersebut sebaiknya dikaji ulang dengan melihat keberhasilan atau kegagalan pada jalur sepeda yang baru ada sepanjang 63 km ini.
Akan disebut berhasil bila memang terbukti banyak masyarakat yang beralih dari membawa kendaraan bermotor menjadi penunggang sepeda.
Sebaliknya tentu akan disebut sebagai kegagalan bila jalur sepeda tetap sepi karena sedikit sekali yang memanfaatkannya.
Jadi, yang sekarang ini anggap saja sebagai test case. Memang ada dua cara dalam memutuskan kapan membangun, menunggu datangnya permintaan masyarakat atau mendahului sebagai pancingan.Â
Nah yang 63 km jalur sepeda sekarang ini adalah metode pancingan. Kita tunggu saja, seberapa banyak masyarakat yang terpancing.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H