Ada lagi kelebihan OJK yakni dari sisi sumber daya manusia. OJK terkenal sebagai gudangnya orang-orang pintar karena banyak mengirimkan stafnya ke luar negeri untuk mendapatkan pendidikan master dan doktor di bidang-bidang yang relevan dengan tugas OJK.
Gaji yang lebih tinggi di atas gaji yang ditawarkan perusahaan yang diawasinya menjadi daya tarik bagi mereka yang masuk kelompok lulusan terbaik di banyak perguruan tinggi papan atas untuk bergabung dengan OJK.
Makanya jarang terdengar ada oknum OJK yang menerima suap dari pihak bank yang diperiksanya. Konon sekadar diajak makan siang pun, para auditor OJK menolak.
Namun ternyata sekadar pintar dan berintegritas saja, belum cukup. Penguasaan materi para auditornya yang cenderung teoritis tanpa pernah terlibat langsung dalam mengelola bisnis di bank atau asuransi, diduga menjadi salah satu penyebab kenapa rekomendasi OJK terhadap beberapa perusahaan yang dilanda kasus di atas belum membuahkan hasil seperti yang diharapkan.
Nah dengan gambaran seperti itu, untuk meningkatkan kualitas pengawasan yang dilakukan OJK, apakah membentuk Dewan Pengawas menjadi jawaban kunci?Â
Jangan-jangan bukan itu jawaban yang tepat. Memberikan jam terbang untuk terjun langsung mengelola bisnis perbankan atau asuransi, bisa dengan pola magang atau penugasan khusus, layak untuk dicoba.
Sekiranya DPR berhasil memaksakan kehendaknya agar dibentuk semacam Dewan Pengawas di OJK, sebaiknya bukan DPR yang memilih agar bebas dari intervensi politik yang cenderung sekadar bagi-bagi kekuasaan kepada kader atau simpatisan partai.
Mereka yang berlatar belakang praktisi yang kenyang dengan asam garam di bidang perbankan, asuransi, atau perusahaan keuangan lainnya, dan mempunyai rekam jejak yang baik, lebih tepat untuk menjadi anggota Dewan Pengawas OJK.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H