Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Imbauan Gaya Hidup Sederhana, Lagu Lama yang Kembali Bergema

21 November 2019   00:07 Diperbarui: 21 November 2019   00:08 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Imbauan Kapolri Jenderal Jenderal (Pol) Idham Azis agar para polisi dan keluarganya tidak memperlihatkan gaya hidup mewah, tentu pantas diapresiasi.

Tapi kalau kita telusuri lagi imbauan seperti itu, terutama bagi pegawai negeri sipil (sekarang disebut aparatur sipil negara), anggota TNI dan Polri, sebetulnya merupakan lagu lama.

Pada era Orde Lama dan di awal Orde Baru, tanpa diimbau pun, para pegawai negeri, tentara dan polisi, memang hidupnya rata-rata dalam kondisi memprihatinkan. 

Bahkan Kapolri yang menjabat dari 1968 sampai 1971, Hoegeng, hingga pensiun tidak mempunyai rumah pribadi dan juga tidak punya kendaraan pribadi. Hoegeng memang sangat terkenal sebagai pejabat yang sangat tinggi integritasnya.

Saking jujurnya Hoegeng, mantan Presiden Gus Dur pernah menyampaikan anekdot bahwa di Indonesia hanya ada tiga polisi yang jujur, yakni patung polisi, polisi tidur, dan Hoegeng.

Mantan Kapolri Widodo Budidarmo pernah bercerita bahwa suatu hari ia ditanya oleh Hoegeng yang ketika itu, di tahun 1977, sudah pensiun. Seperti yang dilansir dari merdeka.com (19/3/2013), Hoegeng heran kok ada polisi yang punya rumah di Kemang, dan bertanya pada Widodo dari mana duit polisi yang kaya-kaya itu.

Artinya, meskipun tidak bisa dipukul rata, gaya hidup mewah sudah mulai menjangkiti aparat negara, termasuk polisi, sejak dekade 1970-an.

Pemerintah bukannya membiarkan begitu saja. Tak kurang dari Presiden Soeharto sendiri mengeluarkan instruksi agar para pegawai negeri, termasuk pula anggota ABRI (nama TNI waktu itu, dan Polri masih bagian dari ABRI), menerapkan pola hidup sederhana.

Makanya imbauan tersebut boleh dikatakan sebagai lagu lama. Masalahnya adalah kita sudah lama mengalami krisis keteladanan. Para pemimpin mengeluarkan imbauan, tapi adakalanya tidak mampu memberikan teladan. Tidak sinkron antara kata dan perbuatan.

Jadi terhadap gebrakan Kapolri yang baru ini yang menginstruksikan anak buahnya tidak memamerkan gaya hidup mewah, mari kita lihat seberapa efektif. Akankah berlalu begitu saja, ibaratnya hangat-hangat tahi ayam.

Tapi kalau melihat konteks imabauan Kapolri sekarang ini, yang sebaiknya juga diadopsi oleh instansi pemerintah lain, termasuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN), ada bedanya dengan imbauan yang "lagu lama" itu.

Bedanya, sekarang adalah era di mana setiap orang ingin eksis di media sosial. Tak heran kalau dicermati imbauan Kapolri, ada satu butir yang khusus meminta jajaran kepolisian dan keluarganya tidak pamer kemewahan di media sosial.

Padahal yang pamer kemewahan itu, terlepas dari apakah polisi atau bukan, belum tentu orang kaya. Siapa tahu ia mejeng pakai mobil mewah punya orang lain. Atau siapa tahu foto yang diunggahnya hasil editan.

Makanya dari siaran berita TVRI, Rabu (20/11/2019) sore, ada anak muda yang ditanya reporter yang mengatakan tidak setuju dengan kebijakan Kapolri. 

Tidak jelas apakah anak muda itu keluarga polisi atau bukan, tapi pendapatnya khas anak sekarang yang menganggap penting tampil di media sosial. Dan ini dinilai bersifat pribadi, tak perlu dilarang.

Biarkan saja anak zaman now bicara seperti itu. Namun kebijakan Kapolri layak dipatuhi semua jajaran kepolisian dan ditiru oleh aparat negara lainnya.

Soalnya ini terkait dengan citra korps kepolisian di mata publik. Jangan sampai karena gaya segelintir polisi yang tampil wah di media sosial dan viral, publik menilai polisi yang lain pun begitu.

Tapi yang paling penting sebetulnya adalah para polisi memelihara integritasnya dengan tidak mencari-cari penghasilan tambahan lewat cara yang tidak dibolehkan. 

Polisi adalah pelayan masyarakat. Tentu tidak pantas meminta uang atau menerima pungli dari masyarakat yang dilayaninya.

Maka kalau misalnya imbauan Kapolri dipatuhi para polisi dengan bergaya hidup sederhana, tapi diam-diam memupuk kekayaan dengan cara yang salah, itu artinya gaya kamuflase semata. Bukan ini yang diharapkan Kapolri.

Namun masyarakat optimis kinerja kepolisian akan terus membaik bila praktik pungli saat berurusan dengan polisi bisa terkikis habis.

Semua itu bisa dicapai dimulai dari rekrutmen polisi serta kenaikan jenjang karirnya menggunakan cara yang bersih, tidak main uang atau pakai koneksi dengan orang dalam.

Hal itu tampak dari profil seorang yang baru lulus seleksi masuk polisi tanpa mengeluarkan uang sepeser pun. Namanya Taufiq yang foto dan beritanya muncul di boombastis.com.

Taufiq yang nama lengkapnya Bripda Muhammad Taufiq Hidayat ini berdinas di Sabhara Polda Daerah Istimewa Yogyakarta.

Kisahnya cukup mengenaskan karena tinggal bersama ayahnya di sebuah rumah bekas kandang sapi yang dikontraknya Rp 170.000 per tahun.

Taufiq masih belum punya kendaraan sendiri, dan ia berjalan kaki sejauh 7 km dari rumahnya di Desa Sendangadi, Kecamatan Melati, Kabupaten Sleman, ke tempat kerjanya.

Tentu Taufiq seperti itu bukan karena memenuhi imbauan Kapolri, tapi betul-betul karena tingkat kesejahteraannya yang masih di kelas bawah.

Namun dengan keberhasilannya menembus seleksi jadi Bintara Polri, jelas Taufiq bersiap menyongsong masa depan yang lebih cerah. 

Kisah Taufiq di atas terjadi tahun 2015 ketika ia baru berdinas. Dua tahun setelah itu Taufiq sudah tinggal di rumah susun. 

Jelaslah bahwa walaupun mungkin sulit jadi orang kaya, penghasilan sebagai seorang polisi, tanpa perlu macam-macam relatif mencukupi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun