Setiap ada menteri baru, selalu bikin  was-was pejabat dan karyawan di kementerian yang mengalami pergantian menteri itu. Mereka harus siap bila menteri baru mengambil kebijakan yang tak terduga seperti merombak organisasi atau memutasi para bawahannya secara besar-besaran.
Tulisan ini menyoroti gebrakan yang diambil oleh Menteri BUMN Erick Thohir yang melakukan perombakan di jajaran pejabat eselon satu kementerian atau yang sebelumnya menjabat deputi menteri dan yang setara.
Dari berita Kompas (20/11/2019) dapat dilihat siapa saja yang terkena perombakan. Deputi Bidang Usaha Industri Agro dan Farmasi, Wahyu Kuncoro, dimutasikan menjadi Wakil Direktur Utama Pegadaian.
Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis dan Media, Fajar Harry Sampurno, dimutasikan menjadi Direktur Utama Barata Indonesia.
Deputi Bidang Jasa Keuangan, Jasa Survei dan Konsultan, Gatot Trihargo, dimutasikan menjadi Wakil Direktur Utama Bulog.Â
Deputi Bidang Infrastruktur Bisnis, Hambra, menjadi Wakil Direktur Utama Pelindo II dan Sekretaris Kementerian BUMN, Imam Apriyanto, menjadi Wakil Direktur Utama Pupuk Indonesia.
Kesemua yang dimutasi di atas adalah pejabat karir dan berstatus aparatur sipil negara (ASN). Sekarang mereka dipindah menjadi pejabat yang memimpin perusahaan milik negara, sesuatu yang sangat berbeda, bahkan para karyawan perusahan tersebut bukan berstatus ASN.
Masing-masing BUMN punya ketentuan kepegawaian tersendiri, namun unsur pimpinannya seperti Direksi bisa berasal dari dalam perusahaan dan bisa pula dari luar.Â
Namun selama ini, sangat jarang pejabat dari Kementerian BUMN dipindahkan menjadi Direksi BUMN. Biasanya mereka hanya berputar-putar di kementerian saja.
Kalaupun mereka punya jabatan di salah satu BUMN, lazimnya adalah menjadi Komisaris. Seperti para pejabat kementerian BUMN yang dipindahkan Erick Thohir di atas, selama ini juga merangkap sebagai komisaris di salah satu BUMN.Â
Bahkan boleh dikatakan jabatan komisaris seperti "jatah" bagi pejabat eselon satu di Kementerian BUMN. Di bank-bank milik negara, selain pejabat dari Kementerian BUMN, juga punya komisaris yang berasal dari pejabat aktif di Kementerian Keuangan.
Dengan dipindahkannya para pejabat di atas menjadi Direksi di berbagai BUMN, jelas mereka harus melepaskan jabatan komisaris. Soalnya jadi Direksi tidak bisa dirangkap dengan pekerjaan lain karena bertanggung jawab dengan operasional perusahaan sehari-hari.Â
Artinya kalau dihitung secara pribadi, mereka yang dimutasi tersebut sangat mungkin tidak gembira menghadapinya. Tapi tentu kepentingan pribadi harus dinomorduakan setelah kepentingan pemerintah.
Kehilangan jabatan deputi di kementerian, hilang juga jabatan komisaris dan hilang juga "kesaktiannya" karena selama ini ditakuti Direksi BUMN, dan "hanya" berganti dengan kursi Wakil Direktur Utama dari BUMN papan tengah, secara gengsi mengalami penurunan.Â
Berbeda misalnya bila mereka dimutasikan ke BUMNÂ yang masuk papan atas seperti bank-bank BUMN, Pertamina, Telkom dan yang setara itu dari sisi kinerja keuangan.
Dengan penunjukan pejabat kementerian BUMN untuk menduduki kursi direktur perusahaan milik negara, diharapkan menggugah pejabat di level yang lebih rendah di kementerian itu agar juga bersiap-siap terjun di lapangan bisnis yang sesungguhnya.
Orang kementerian BUMN selama ini cenderung tahu teori tapi tak pernah praktik. Bila nanti mereka telah punya jam terbang sebagai pebisnis, diharapkan kalau kembali lagi ke kementerian, kebijakan yang diambilnya lebih bersahabat dengan pejabat di perusahaan milik negara yang harus menerapkannya.
Pengembangan karir seperti itu dapat disebut memakai pola zig-zag. Maksudnya seseorang tak bisa promosi terus menerus dalam satu garis lurus, tapi harus loncat pagar dulu.
Sebetulnya di internal perusahaan milik negara, hal ini sudah biasa berlaku. Seorang staf yang memulai karir di kantor pusat yang lebih banyak tahu teori bisnis, harus pindah ke kantor cabang dulu agar punya pengalaman pemasaran.Â
Begitu pula mereka yang lama berkutat di kantor cabang, sesekali dimutasi ke kantor pusat agar wawasannya lebih luas dan mengerti pengaruh ekonomi makro terhadap bisnis di lapangan.
Semoga pola zig-zag yang diterapkan di Kementerian BUMN membuahkan hasil yang lebih baik ketimbang apa yang telah dicapai selama ini, dan bukan menurunkan semangat kerja para pejabat dan staf di kementerian tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H