Jelaslah, kunci sukses pelari Kenya "hanya" berlatih lebih keras dan lebih sering. Tapi jelas tidak gampang bagi pelari negara lain buat menyaingi.Â
Mungkin juga motivasi pelari Kenya demikian besar, karena kehidupan sehari-hari mereka di sana relatif sulit secara finansial. Justru pemerintahnya sangat mendukung kegiatan maraton, karena bisa mendapatkan devisa dari hadiah yang diraih para pelarinya.
Kesuksesan BM tentu tidak terlepas dari keindahan Candi Borobudur yang menjadi daya tarik tersendiri, sehingga tidak heran demikian banyak pelari yang ikut serta. Â
Tak kalah banyak pula para penggembira yang berdatangan dari berbagai daerah, memberikan dukungan bagi teman atau keluarganya yang ikut BM 2019.
Maka homestay di sekitar Borobudur pun dipenuhi mereka yang datang dari luar daerah dan luar negeri. Omzet pedagang makanan dan penjual cenderamata juga melonjak. Artinya, ada peningkatan pemasukan bagi warga setempat.
Perlu dicatat, di Kabupaten Magelang, khususnya di sekitar Candi Borobudur, setiap desa membangun objek wisata melalui program Balkondes (Balai Ekonomi Desa).Â
Ada desa yang membangun pusat kuliner yang mengambil tempat di bangunan bergaya joglo khas Jawa. Dari sini pemandangan Borobudur terlihat sebagai latar belakang.
Jangan lupa, lomba maraton sekarang sudah bagian dari gaya hidup. Coba cek di media sosial, akan ditemukan berbagai foto dan video para peserta BM 2019.Â
Apalagi kalau yang menjadi peserta adalah public figure. Bukankah ini jadi promosi gratis agar BM tahun depan semakin banyak lagi pesertanya?