Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Jembatan Lapuk di Batam Mencelakai 13 Turis Singapura, Potret Buram Pariwisata Kita

11 November 2019   07:10 Diperbarui: 11 November 2019   07:13 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Salah satu strategi yang diterapkan pemerintah untuk menambah devisa selain dari meningkatkan ekspor produk-produk Indonesia adalah dengan menggenjot sektor pariwisata. Diharapkan wisatawan asing akan berbondong-bondong datang ke negara kita yang sekaligus berarti membawa devisa.

Semakin lama wisatawan asing tinggal karena banyak objek wisata yang ingin dinikmatinya, semakin banyak pula mereka menukarkan mata uang negara asalnya ke dalam mata uang rupiah agar bisa berbelanja. Begitulah mekanisme bertambahnya cadangan devisa dari sektor pariwisata.

Selain Bali sebagai pintu gerbang utama masuknya wisatawan asing, gerbang baru yang perkembangannya cukup menjanjikan adalah Pulau Batam. Batam sendiri awalnya dirancang sebagai kota industri, tapi kemudian wisatawan dari negara jiran Singapura dan Malaysia menyukainya dan memenuhi Batam terutama setiap akhir pekan.

Kedekatan jarak yang hanya "sepelemparan batu" dari Singapura atau Johor Malaysia dan banyaknya frekuensi angkutan laut dengan waktu tempuh sekitar 45 menit itu, menjadi faktor yang menguntungkan untuk berkembangnya pariwisata Batam dan pulau-pulau di sekitarnya seperti Bintan dan Karimun.

Kebanyakan wisatawan tersebut berbelanja barang kebutuhan sehari-hari di Batam karena harganya lebih murah ketimbang dibeli di negara tetangga. Mie instan salah satu contoh barang yang diborong mereka.

Berburu kuliner juga menjadi tujuan banyak wisatawan asing di Batam. Selain itu, wisata alam, terutama pantai dan taman dekat jembatan yang menghubungkan Pulau Batam dan Pulau Galang yang menjadi ikon pariwisata Batam, juga menjadi pilihan wisatawan.

Bagi wisatawan Singapura dan Malaysia yang beretnis Melayu, mereka juga tertarik menikmati wisata budaya bila ada pertunjukan seni atau berkunjung ke Istana Raja Ali Haji di Pulau Penyengat, di seberang kota Tanjungpinang, Pulau Bintan. 

Kesamaan bahasa dan budaya sesama etnis Melayu degan masyarakat Melayu Riau, membuat warga Melayu Singapura dan Melayu Malaysia tidak merasa asing. Bahkan tidak sedikit yang punya hubungan kekerabatan antar WNI dan WNA.

Tapi faktor-faktor pendukung di atas bisa tidak berarti bila ada kecerobohan yang berakibat fatal pada para wisatawan. Salah satunya adalah yang belum lama ini terjadi yang mencerminkan lemahnya perhatian pada keselamatan pengunjung di lokasi wisata.

Apa yang terjadi ketika 60 orang berada di atas jembatan berlantai papan dengan tiang penyangga dari kayu, yang membentuk beberapa kelompok yang lagi asyik berswafoto?

Itulah yang terjadi di Montigo Resort, Nongsa, Batam, Kamis (7/11/2019) lalu. Seperti dilansir dari kompas.com (8/11/2019), jembatan yang diduga kakinya lapuk membuat lantainya yang berada 5 meter di atas permukaan laut itu roboh seketika.

Sebanyak 13 orang WNA asal Singapura menjadi korban. 11 orang luka ringan dan 2 orang menderita patah tulang. Semua korban dilarikan ke RS Bhayangkara Batam.

Pantai Nongsa adalah salah satu kawasan wisata terkenal di Batam, di mana pengunjung dapat menyaksikan matahari terbenam. 

Jembatan di area Montigo Resort yang terletak sekitar 50 meter dari bibir pantai itu merupakan tempat favorit untuk berswafoto dengan latar belakang matahari terbenam.

Kalau disebut untung, ya untung saja tidak ada korban jiwa. Tapi peristiwa itu tentu saja akan beredar beritanya, tidak saja melalui media massa, tapi yang lebih dahsyat dampaknya adalah yang beredar melalui media sosial.

Berita di medsos itu biasanya ditambahi oleh cerita lain yang belum tentu benar, tapi mencari efek sensasi. Ini yang lebih berbahaya karena menjadi promosi negatif bagi citra pariwisata Batam.

Sebetulnya, bagi publik Indonesia, kecelakaan seperti di Batam, bukan hal aneh, karena sudah beberapa kali terjadi di berbagai tempat. Banyak sarana bagi pengunjung yang dibangun asal-asalan, tanpa melalui tahap pengujian daya tahan.

Bahkan sekarang banyak desa-desa wisata yang menyediakan anjungan untuk berswafoto, namun kekuatannya menampung beberapa orang pengunjung sekaligus sangat diragukan.

Sudah begitu, tidak ada papan peringatan yang menuliskan agar pengunjung berhati-hati dan penjelasan berapa orang daya tampungnya. Petugas keamanan yang berjaga-jaga agar bisa bertindak cepat bila terjadi hal yang tidak diinginkan, juga tidak terlihat.

Di satu sisi kita menyambut gembira betapa semakin banyaknya objek wisata di negara kita. Sayangnya yang menjadi potret buram adalah masih terabaikannya keselamatan wisatawan dan belum ditangani sebaik mungkin.

Sudah saatnya dinas pariwisata di semua kabupaten atau kota melakukan inspeksi ke semua objek wisata di daerahnya. Terhadap sarana yang ada dilakukan uji ketahanan atau uji keselamatan. 

Kemudian terhadap pengelola objek wisata diwajibkan mempunyai sarana yang sesuai standar dan punya prosedur yang memadai, baik dalam mengoperasikan sarana yang dipunyainya, maupun dalam penanganan bila terjadi keadaan yang tidak terduga.

Target mendatangkan jumlah wisatawan asing yang bombastis dengan promosi yang gencar, akan berhasil bila kita memang siap dari semua aspek, termasuk menjamin keselamatan wisatawan yang berkunjung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun