Tapi taktik menutup mulut pakai amplop, apalagi bagi sebuah BUMN, sekarang tidak mungkin lagi dilakukan, tidak sesuai dengan prinsip GCG (Good Corporate Governance).
Tentu sekadar menjamu para wartawan yang diundang saat manajemen perusahaan mengadakan jumpa pers, biasanya terkait pemaparan kinerja triwulanan, masih terhitung lumrah.
Demikian pula pemberian cenderamata yang relatif murah, biasanya barang yang lazim sebagai alat promosi perusahaan, seperti payung, t-shirt, pulpen, buku agenda, kalender, dan sebagainya.Â
Ini termasuk lazim, bukan lagi memberi uang transportasi bagi wartawan yang datang.
Cara lain yang menurut Meri cukup ampuh untuk memelihara hubungan baik dengan pihak media, adalah beriklan di media yang bersangkutan. Tapi tentu ini harus didukung oleh kalkulasi kelayakan, kenapa memilih media tertentu sebagai tempat memasang iklan.
Pada penutup diskusi saya dengan Meri, saya hanya ingin mengingatkan, ada yang tak kalah penting ketimbang memelihara hubungan baik dengan media massa.
Maksud saya, pada akhirnya, inti masalah bukan pada berita negatif, namun bagaimana dengan kualitas produk dan kualitas pelayanan yang diberikan sebuah perusahaan.Â
Selagi pelayanan atau operasionalnya tidak memuaskan, sebaik apapun hubungannya dengan media massa, tetap akan muncul berita negatif tanpa bisa ditutup-tutupi.Â
Jadi, jika muncul sebuah kasus, cara perusahaan mendekati media adalah satu hal yang perlu dilakukan. Tapi itu bukan obat yang menyembuhkan penyakitnya. Perbaikan kualitas operasional dan pelayanan yang memuaskan pelangganlah yang jadi jawaban.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H