Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Dewan Pengawas KPK Sebaiknya Diambil dari Mantan Komisioner KPK

3 November 2019   18:10 Diperbarui: 3 November 2019   18:13 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Meskipun menuai kritik dari banyak pihak, bahkan didemonstrasi secara besar-besaran oleh para mahasiswa di berbagai penjuru tanah air, akhirnya UU KPK yang baru mulai berlaku secara efektif sejak 17 Oktober lalu.

Dengan demikian, keberadaan Dewan Pengawas KPK yang diamanatkan UU KPK hasil revisi tersebut harus buru-buru dibentuk, karena bersamaan dengan pelantikan komisioner KPK yang baru, dewan dimaksud harus pula dilantik.

Seperti diketahui DPR telah memilih komisioner KPK yang terdiri dari Firli Bahuri, Alexander Marwata,  Nurul Ghufron, Lili Pintauli Siregar dan Nawawi Pomolango. Firli Bahuri sekaligus terpilih sebagai Ketua KPK. Foto yang ada di artikel ini adalah para komisioner KPK yang baru.

Bila membaca komentar di media massa, banyak juga nada pesimis atas komisioner baru di atas. Sehingga diprediksi KPK di masa nanti tidak lagi segalak sebelumnya. Apalagi kabarnya KPK akan lebih fokus pada aktivitas pencegahan korupsi ketimbang melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap pejabat yang korup.

OTT akan semakin berkurang belum tentu karena program pencegahan korupsi yang berhasil. Soalnya, untuk OTT akan semakin rumit birokrasinya karena untuk menyadap seorang pejabat yang disasar, terlebih dahulu harus seizin Dewan Pengawas KPK.

Jelas, nantinya jabatan yang lebih strategis adalah Dewan Pengawas. Makanya siapa lima orang yang akan dipilih menjadi anggota Dewan Pengawas KPK oleh Presiden Jokowi, menjadi sebuah pertaruhan besar dalam upaya pemberantasan korupsi.

Adapun terhadap lima orang komisioner yang baru, kita tidak usah terlalu cepat pesimis. Ada suatu keistimewaan di KPK, yakni hubungan dengan mantan pimpinan dari periode-periode sebelumnya relatif terpelihara. 

Merupakan hal yang lazim bila komisioner yang baru minta nasehat atau masukan dari para mantan pejabat KPK sebelumnya. Bahkan bila ada kondisi yang dianggap genting, pimpinan KPK yang lama lazim pula datang ke KPK memberi dukungan dan menyampaikan pendapatnya.

Dengan demikian, meskipun saat awal menjabat ada pimpinan yang diragukan publik kemampuannya, tapi mungkin berkat berdiskusi dengan pendahulunya, akhirnya relatif sukses, seperti Abraham Samad. 

Abraham Samad relatif kurang dikenal publik saat baru memimpin KPK. Usianya yang masih muda dan "hanya" aktivis anti korupsi di tingkat daerah, dalam hal ini di Makassar, Sulawesi Selatan, membuat masyarakat meragukan kemampuannya.

Demikian pula Agus Rahardjo, Ketua KPK saat ini yang tengah menghitung hari untuk meninggalkan kursinya. Meskipun Agus bukan sosok populer sebelum di KPK, ia berhasil melanjutkan prestasi pendahulunya.

Sekarang publik tinggal menunggu pemilihan Dewan Pengawas, yang sayangnya proses pemilihannya tidak dilakukan secara terbuka. Dilansir dari harian Kompas (2/11/2019),  Presiden Joko Widodo tengah mencari lima sosok kredibel untuk mengisi jabatan Dewan Pengawas KPK.

Untuk pertama kali ini, pencarian anggota Dewan Pengawas KPK tidak dilakukan melalui panitia seleksi, tapi dilakukan oleh Presiden bersama tim internalnya sendiri.

Nah, demi independensi dan kredibilitas KPK, dan juga agar kesinambungan budaya kerja KPK yang selama ini terbukti berhasil menjadi lembaga yang mendapat kepercayaan yang tinggi dari masyarakat, sebaiknya Dewan Pengawas diambil dari mantan komisioner KPK.

Sebagai contoh, KPK di era 2015-2019 di bawah kepemimpinan Agus Rahardjo sangat produktif dalam melakukan OTT. Boleh dikatakan semua instansi tak ada yang ditakuti KPK dalam memburu para koruptor. 

Ketua DPR, menteri, direktur utama perusahaan milik negara, gubernur, bupati, wali kota, bahkan juga oknum penegak hukum yang memperjualbelikan keadilan, semua disikat KPK.

Maka bila Presiden memilih Agus Rahardjo  menjadi salah satu anggota Dewan Pengawas KPK, akan membuat kondisi KPK tetap kondusif dan kembali memulihkan kepercayaan publik yang tadinya pesimis dengan keberadaan Dewan Pengawas.

Bahkan bila kesehatannya masih memungkinkan, pimpinan KPK periode pertama (2003-2007) Taufiequrachman Ruki sebaiknya dipilih menjadi anggota Dewan Pengawas. 

Taufiequrachman Ruki sampai sekarang masih memberikan perhatian yang besar terhadap KPK dan sering hadir di KPK memberikan dukungan moril bagi staf dan karyawan KPK.

Nama lain dari para mantan komisioner KPK yang relatif harum adalah Erry Riyana Hardjapamekas, Tumpak Hatorangan Panggabean, dan Muhammad Busyro Muqoddas.

Semoga Presiden Jokowi bisa mempertimbangkan nama-nama di atas. Kalaupun bukan semuanya, salah satu di antaranya pun sudah lumayan. Namun anggota lainnya sebaiknya tidak berasal dari pejabat yang masih aktif di instansi penegak hukum, seperti dari kepolisian dan kejaksaan.

Kenapa bukan dari instansi penegak hukum? Agar tidak ada kesan independensi KPK sudah dikooptasi oleh lembaga penegak hukum lain di luar KPK. Hal ini bisa menambah kekecewaan sebahagian masyarakat yang sebetulnya malah berharap tidak perlu ada revisi UU KPK yang antara lain melahirkan Dewan Pengawas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun