Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Langkah Gibran Jadi Persoalan Pelik bagi PDIP, Apa Solusi Terbaik?

4 November 2019   14:09 Diperbarui: 5 November 2019   05:04 740
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Putra sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka daftar menjadi kader PDI Perjuangan sebagai syarat untuk maju sebagai bakal calon Wali Kota Solo pada Pilkada tahun 2020 mendatang.|Sumber: Antara Foto/Mohammad Ayudha

Semula tak tampak tanda-tanda anak sulung Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, tertarik memasuki dunia politik. Bisnisnya membuka usaha kuliner, lumayan berkembang dengan jumlah gerai yang selalu bertambah dan tersebar di beberapa kota.

Namun tiba-tiba Gibran menyadari potensinya untuk terpilih jadi Wali Kota Solo, ketika hasil survei yang dilakukan Laboratorium Kebijakan Publik Universitas Slamet Riyadi, sebuah perguruan tinggi swasta di Solo, menempatkan Gibran pada peringkat kedua dari sisi akseptabilitas, di bawah Wakil Wali Kota Solo saat ini, Achmad Purnomo.

Hebatnya, dari sisi popularitas, Gibran sama-sama di peringkat pertama bersama Achmad Purnomo, dengan perolehan 90 persen. Achmad Purnomo adalah calon resmi yang diusung DPC PDIP Solo berpasangan dengan Teguh Prakosa, mantan Ketua DPRD Solo.

Masalahnya, meskipun Gibran sudah sowan ke Ketua DPC PDIP Solo yang juga Wali Kota Solo saat ini, FX Hadi Rudyatmo, keputusan DPC sudah final, calon yang sudah diusung tak bisa diubah lagi. Gibran dipersilakan untuk belajar politik dulu.

Peliknya, Gibran masih ngotot ingin bertarung memperebutkan kursi Wali Kota Solo tahun depan. Gibran tidak terpikir untuk maju dari jalur partai lain atau dari jalur independen.

Gibran tahu PDIP sangat berakar kuat di Solo, sehingga siapapun yang diusung PDIP, bisa diprediksi akan menang. Wajar kalau Gibran tetap ingin maju lewat PDIP.

Maka bila Gibran kemudian mencoba peruntungannya dengan menemui langsung Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri, tentu sangat bisa dipahami. 

Siapa tahu kalau DPP PDIP lebih yakin kepada Gibran ketimbang Achmad Purnomo, maka kursi Wali Kota Solo sudah di depan mata Gibran.

Tapi segampang itukah DPP menganulir keputusan DPC? Meskipun secara organisasi sah-sah saja, bila ingin solid sampai ke bawah, keputusan DPC harus dihargai dan diakomodir.

Apalagi FX Hadi Rudyatmo dalam pernyataan yang sempat diberitakan salah satu stasiun televisi, terkesan dengan tegas menutup pintu bagi Gibran. Bila DPP ikut campur, Hadi bisa-bisa mengambil tindakan yang tidak diduga oleh DPP.

Dok.detik.com
Dok.detik.com
Perlu diingat, sejauh ini memang tidak terlihat jelas apakah Jokowi ikut membantu memuluskan jalan Gibran agar bisa meraih kursi "bertuah" karena dulu diduduki Jokowi saat memulai kiprahnya di dunia politik. 

Namun Gibran tidak mungkin melangkah sejauh itu, maksudnya menemui Megawati, tanpa restu Jokowi. Meskipun memang yang terlihat di mata publik, Jokowi membiarkan anaknya berjuang secara mandiri.

Sulit menduga apa yang terpikir oleh Megawati ketika menerima Gibran. Bila Megawati belum yakin dengan kemampuan Gibran, jalan terbaik ya meminta Gibran untuk bersabar sambil belajar berpolitik dengan aktif pada kegiatan yang dilakukan DPC Solo. 

Bila 5 tahun lagi Gibran sudah terlihat matang berpolitik, bukan tidak mungkin PDIP akan mengusungnya bertarung di pilkada Solo. Dengan meminta Gibran bersabar, kekompakan PDIP tetap terjaga, khususnya antara DPP dengan DPC Solo.

Presiden Jokowi tidak perlu merasa kecewa bila putranya belum direkomendasikan oleh DPP PDIP. Justru malah diuntungkan karena bebas dari kemungkinan conflict of interest. Nanti, setelah Jokowi tidak lagi menjabat sebagai Presiden, baru bisa secara aktif memperjuangkan Gibran.

Masalahnya jadi cukup pelik, bila Megawati menilai Gibran sudah saatnya bertarung di pilkada. Mungkin karena merasa sekarang perlu sentuhan generasi milenial dalam mempercepat pembangunan di Solo.

Sulit membayangkan warga Solo, terutama pemilih setia PDIP, akan kompak mendukung Gibran. Diduga akan muncul keterbelahan. Bahkan ada potensi konflik antar sesama kader PDIP yang bisa melebar antar sesama simpatisan PDIP.

Bisa saja sebagai bentuk protes terselubung, pihak DPC PDIP Solo tidak akan berkampanye memenangkan Gibran. Tidak lucu kalau tim kampanye Gibran banyak diisi oleh tokoh-tokoh PDIP level nasional. Bukankah itu bukti komunikasi politik yang tersumbat karena DPP memaksakan kehendak?

Apa jadinya bila pilkada Solo membuat sejarah dengan kekalahan perdana calon dari PDIP? Ini bukan tidak mungkin kalau partai pesaing mampu mengkapitalisasi konflik internal di PDIP sekiranya tetap ngotot memasang Gibran.

Jelaslah bahwa solusi terbaik adalah meminta Gibran bersabar, belajar berkomunikasi dari bawah, rajin berdiskusi dengan DPC Solo. Lima tahun lagi baru take-off.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun